LAPORAN LARUTAN


BAB I
PENDAHULUAN

I.1   Latar  Belakang
Larutan memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari. Dialam kebanyakan reaksi berlangsung didalam larutan air. Tubuh manusia menyerap mineral, vitamin dan makanan serta obat-obatan baik itu yang berasal dari herbal maupun zat kimia yang telah diolah secara modern dalam bentuk larutan.
Penggunaan obat dalam bentuk sediaan cair sangat dibutuhkan oleh masyarakat terutama bagi bayi, anak-anak dan orang tua yang sulit mengkomsumsi obat dalam bentuk padat.
Larutan adalah campuran homogeny antara zat telarut dan pelarut. Pelarut yang umum digunakan adalah air. Salah satu contoh sediaan cair yang masuk dalam golongan larutan yaitu sirup.
Sirup adalah salah satu bentuk sediaan cair dalam dunia farmasi yang dikenal luas masyarakat. Sirup didefinisikan sebagai sediaan cair yyang mengandung sukrosa. Saat ini, banyak sediaan sirup yang beredar dipasaran dari berbagai merk, baik yang generic maupun paten.
Dalam bidang farmasi, sebagai alternatif obat yang telah menjadi perhatian khusus dipelayanan kesehatan. Karena sediaan cair dalam bentuk larutan terutama sirup paling banyak diminati karena mempermudah dalam penggunaannya, rasa yang manis dan aroma yang harum serta warna yang menarik sehingga disukai oleh berbagai kalangan.
Percobaan dilakukan untuk mengetahui tingkat kelarutan dari sediaan larutan, serta cara pembuatan sediaan larutan (sirup) terbagi berdasarkan perhitungan dosis maksimum maupun pengenceran.
I.2   Maksud dan Tujuan Percobaan
        I.2.1     Maksud Percobaan
                Adapun maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan memahami proses pembuatan sediaan larutan dengan benar.
        I.2.2     Tujuan Percobaan
                 Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan  proses pembuatan sediaan larutan dengan benar dan menentukan dosis maksimum serta presentase dari suatu obat apakah over dosis atau tidak
I.3   Prinsip Percobaan
       Adapun prinsip dari percobaan ini yaitu larutan dibuat dengan melarutkan bahan obat dengan propilen glikol yang diaduk secara cepat, kemudian ditambahkan dengan sakarin.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1  Teori Umum
II.1.1   Definisi Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari Dokter, Dokter gigi, Dokter hewan kepada Apoteker Pengelola Apotek (APA) untuk menyediakan dan menyerahkan obat kepada pasien sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku (Tati Suprapti, 2016).
Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi atau hewan kepada apoteker-pengelola apotek, utnuk membuat, menyediakan dan menyerahkan obat-obat yang tertulis di dalamnya kepada pasien yang bersangkutan. Resep berasal dari kata Recipe yang berarti ambillah (Anis Yohana, 2011).
Cara dokter menulis serbuk dalam resep yaitu  ditulis jumlah obat lalu dibagi menjadi beberapa bungkus dan dapat ditulis jumlah obat setiap bungkus dan membuat berapa bungkus (Moh. Anief, 2012).
Resep juga merupakan kesimpulan terakhir apa yang diamati, diperiksa dan didiagnosa, kemudian menetapkan terapi dari seorang penderita, yang tercantum dalam satu resep pada saat pengobatan. Menurut peraturan, resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap (Anis Yohana,  2011).
II.1.2   Definisi Obat
Obat dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit, mengobati atau mencegah penyakit pada manusia, hewan  dan tumbuhan (Anis Yohana, 2011).
Obat merupakan zat yang dapat digunakan untuk merawat penyakit, membebaskan gejala, atau memodifikasi proses kimia dalam tubuh. Obat merupakan senyawa kimia selain makanan yang bisa mempengaruhi organisme hidup, yang pemanfaatannya bisa untuk mendiagnosis, menyembuhkan dan mencegah suatu penyakit (Anis Yohana, 2011).
Obat (jadi) adalah sediaan atau paduan-paduan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki secara fisiologis atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnose, pencegahan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi (Anis Yohana, 2011).
II.1.3   Definisi Larutan
 Larutan didefinisikan sebagai sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air (Anis Yohana, 2011).
Larutan adalah campuran homogen dua atau lebih komponen (Winfield, 2009).
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu jenis obat atau lebih dalam pelarut air suling keculi dinyatakan lain, dimaksudkan untuk digunakan sebagai obat dalam, obat luar ata untuk dimasukkan kedalam rongga tubuh (Moh Anief, 2012).
Larutan didefinisikan sebagai sediaan “cair yang mengandng satu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaanya, tidak dimasukkan kedalam golongan produk lainnya”  (Howard C Ansel, 2008).
II.1.4   Pembagian Larutan
 Sesuai dengan penggunaannya, larutan dibagi menjadi :
1.   Larutan steril
-       Larutan untuk penggunaan luar sebagai pengobatan luka atau kulit terbuka
-       Larutan iritasi kandung kemih
-       Larutan intraperitoneum
Baik alat maupun larutanya disterilkan dalam wadah steril.
2.   Larutan tak steril
-          Larutan obat dalam, baik larutan yang langsung diminum atau yang harus diramu lebih dulu
-          Larutan obat untuk kulit utuh, dan
-          Larutan hemodialisa
Pada pembuatan larutan supaya dihindari sedpaat mungkin adanya kontaminasi oleh bakteri atau jasad renik yang lain.
3.   Larutan antiseptika, mudah sekali dicemari oleh jasad renik yang atau air yang baru dididihkan. Larutan yang digunakan sebagai antiseptikum untuk mata yang luka atau dimasukkan kedalam rongga tubuh harus disterilkan dulu.
(Moh Anief, 2012).
Penggolongan larutan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
1.   Larutan Makromolekular adalah suatu larutan yang mengandung keseluruhanya mikro unit yang terdiri baik sebagai molekul atau ion.
2.   Larutan miseler, solut terdiri dari agregat (misel) dari solut molekul atau ion.
3.   Larutan makromolekular adalah sistem dimana solutnya merupakan disperse molekuler. Tipe-tipe larutan :
a.       Larutan encer  yaitu jumlah zat A yang terlarut kecil
b.      Larutan pekat yaitu jumlah larutan yang mengandung fraksi yang besar dari zat A
c.       Larutan jenuh yaitu larutan yang mengandung jumlah maksimum zat A yang dapat larut dalam air pada tekanan dan suhu tertentu
d.      Larutan kelewat jenuh yaitu larutan yang mengandung jumlah zat A yang terlarut melebih batas kelarutannya didalam ar pada suhu kamar tertentu
(Moh Anief, 2012).
Larutan menurut prinsip farmasidigolongkan kedalam jenis produk lainnya misalnya :
1.   Sirup
2.   Elixir
3.   Spirit
4.   Air aromatik
5.   Tinktur
6.   Injeksi
(Howard C Ansel, 2008).
II.1.5   Definisi Syrup
 Sirup adalah sediaan pekat dalam air dari gula atau pengganti gula dengan atau tanpa penambahan bahan pewangi dan zat obat. Sirup obat merupakan larutan pekat gula yang kemudian ditambah dengan bahan obat (Anis Yohana, 2011).
Sirup adalah bahan cair yang merupakan larutan gula dalam air. Sirup dibedakan atas konsentrasi dan jenis rasanya. Konsentrasi sirup menunjukkan jumlah konsentrasi gula yang terlarut didalamnya. Ada sirup kental dan ada sirup encer (Sulaiman, 2012).
Sirup merupakan bentuk sediaan cair yang mempunyai nilai lebih antara lain dapat digunakan hampir semua usia, cepat diabsorbsi, sehingga cepat menimbulkan efek (Ria Wijayanti, 2015).
Sirup adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa (Elsye Gunawan, 2016).
Sirup yaitu larutan cair dengan penambahan gula (Winfield, 2009).
Sirup pembawa untuk serbuk racikan bahan obat agar dapat mempersingkat waktu peracikan obat di rumah sakit atau puskesmas. Sirup pembawa yang dibuat harus sesua persyaratan mutu farmasetik untuk dapat digunakan terhadap pasien anak-anak (Ni Luh Dewi, 2011).
II.1.6   Keuntungan dan Kerugian Larutan
A.    Keuntungan Bentuk Sediaan Larutan
1.      Lebih mudah ditelan disbanding bentuk padat sehingga dapat digunakan untuk bayi, anak-anak dan usia lanjut
2.      Segera diabsorbsi karena sudah berada dalam bentuk larutan (tidak mengalami proses disintegrasi dan pelarutan)
3.      Obat secara homogen terdistribusi keseluruh bagian dari sediaan
4.      Mengurangi resiko kejadian iritasi pada lambung oleh zat-zat iritan (contohnya Aspirin, KCl), karena larutan akan segera diencerkan oleh isi lambung
B.     Kerugian Bentuk Sediaan Larutan
1.      Larutan bersifat voluminous, sehingga kurang menyenangkan untuk diangkut dan disimpan. Apabila kemasan rusak, keseluruhan sediaan tidak  dapat dipergunakan
2.      Stabilitas dalam bentuk larutan biasanya kurang baik dibandingkan bentuk sediaan tablet atau kapsul, terutama jika bahan mdah terhidrolisis
3.      Larutan merupakan media ideal ntuk pertumbuhan mikroorganisme, oleh karena itu memerlukan penambahan pengawet
4.      Ketepatan dosis tergantung kepada kemampuan pasien untuk menakar
5.      Rasa obat yang kurang menyenangkan akan lebih terasa jika diberikan dalam larutan dibandingkan dalam bentuk padat. Walaupun demikian, larutan dapat diberi pemanis dan perasa agar penggunaannnya lebih nyaman
(Anis Yohana, 2011).
II.1.7   Karakteristik Kelarutan Obat
Faktor dan konsep kelarutan obat :
1.         Polaritas
2.         Co-solvency
3.         Parameter kelarutan
4.         Salting out
5.         Salting in
6.         Hidrotopi
7.         Pembentukan kompleks
8.         Efek bersama ion
9.         Ukuran partikel
10.     Ukuran dan bentuk molekul serta struktur air
(Moh Anief, 2012).
II.1.8   Istilah-istilah Kelarutan
Istilah Deskriptif
Bagian pelarut yang diperlukan untuk melarutkan 1 bagian zat
Sangat mudah larut
Kurang dari 1
Mudah larut
1 sampai 10
Larut
10 sampai 30
Agak sukar larut
30 sampai 100
Sukar larut
100 sampai 1000
Sangat sukar larut
1.000 sampai 11.000
Praktis tidak larut atau tidak larut
Lebih dari 11.000
(Anis Yohana, 2011).
II.1.9   Cara Pembuatan Larutan
Sebagian besar larutan tidak jenuh dengan zat terlarut. Jadi jumlah zat terlarut yang dilarutkan biasanya jauh dibawah kapasitas dari volume pelarut yang digunakan. Untuk mempercepat proses melarutnya zat aktif obat, dapat menggunakan beberapa teknik, antara lain menggunakan panas, mengurangi ukuran partikel dar zat terlarut, menggunakan suatu bahan pembantu terlarut, atau dilakukan pengadukan yang keras selama proses pelarutan. Sebagian besar bahan-bahan kimia menjadi lebih mudah larut pada suhu yang dinaikkan (Anis Yohana, 2011).
Berapa hal yang perlu diperhatikan dalam sediaan farmasi bentuk cair :
1.   Kelarutan zat aktif
2.   Kestabilan zat aktif dalam larutan
3.   Dosis takaran
4.   Penyimpanan
(Anis Yohana, 2011).
II.1.10 Penggolongan Obat
a.    Antibiotik
       Antibiotik makrolida yang umum digunakan adalah yang terdiri atas cincin lakton 14,15, atau 16 atom yang dihubungkn dengan gula, melalui ikatan glikosidik. Eritomisin merupakan campuran antibiotika makrolida yang dihasilkan oleh Streptomyces arythreus selama fermentasi (Sudjadi, 2012).




II.1  Uraian Bahan  
1.      Aquadest (Dirjen POM, 2014, hal. 63)
Nama Resmi
:
PURIFIED WATER
Nama Lain
:
Air Murni
Pemerian
:
Cairan jernih, tidak berasa, tidak berbau dan tidak berwarna
Khasiat & Penggunaan
:
Sebagai Pelarut
2.      Ppg  (Dirjen POM, 2014, hal. 1070)
Nama Resmi
:
PROPYLENE GLYCOL
Nama Lain
:
Propilen Glikol
Pemerian
:
Cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas, praktis tidak berbau menyerap air pada udara lembab
Kelarutan
:
Dapat bercampur dengan air dengan aseton dan dengan kloroform larut dalam eter dan dalam beberapa minyak esensial, tidak dapat bercampur dengan minyak lemak.
Khasiat & Penggunaan
:
Zat Pewangi
3.      Sakarinum (Dirjen POM, 2014, hal. 1119)
Nama Resmi
:
SACCHARIN
Nama Lain
:
Sakarin
Pemerian
:
Serbuk  atau  hablur, putih, tidak berbau atau berbau aromatic lemah
Kelarutan
:
Sukar larut dalam etanol, agak sukar larut dalam air, dalam kloroform dan dalam eter, larut dalam air mendidih, mudah larut dala larutan ammonia encer, dalam larutan alkali hidroksida dan dalam alkali karbonat dengan pembentukan karbondioksida
Khasiat & Penggunaan
:
Zat Tambahn
4.      Sulfametoksazol (Dirjen POM, 2014, hal. 1234)
Nama Resmi
:
SULFAMETHOXAZOLE
Nama Lain
:
Sulfametoksazol
Pemerian
:
Serbuk hablur, putih sampai hampir putih, praktis tidak berbau
Kelarutan
:
Praktis tidak larut dalam air, dalam eter dan dalam chloroform, mudah larut dalam aseton dalam larutan natrium hidroksida encer, agak sukar larut dalam etanol
Khasiat & Penggunaan
:
Antibiotik
Dosis Lazim
:
50-60 mg /hari
Dosis Maksimum
:
75 mg/ hari
5.      Trimetoprin (Dirjen POM, 2014, hal. 1290)
Nama Resmi
:
TRIMETOPRIN
Nama Lain
:
Trimetoprin
Pemerian
:
Hablur atau serbuk hablur, putih sampai tidak berbau
Kelarutan
:
Larut dalam benzyl alcohol, agak sukar larut dalam chloroform dan dalam methanol sangat sukar larut dalam air dan dalam etanol, dalam aseton, praktis tidak larut dalam eter dan dalam karbon tetraklorida
Khasiat & Penggunaan
:
Antibiotik
Dosis Lazim
:
50 mg/ hari
Dosis Maksimum
:
320 mg/ hari




BAB III
METODELOGI PERCOBAAN

III.1     Alat dan Bahan Percobaan
            III.1.1  Alat Percobaan
Adapun alat yang digunakan dalam percobaan praktikum ini adalah corong, gelas ukur, lumpang dan alu, sendok tanduk, sudip dan timbangan analitik.
            III.1.2  Bahan Percobaan
Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan praktikum ini adalah aquadest (PURIFIED WATER), botol coklat, Kertas saring, Ppg (PROPYLENE GLIKOL), Sakarin (SACHARIN), Sak obat, Sulfametoksasol (SULFOMETHOXASOLE), Trimetoprin (TRIMETOPRIN).
III.2     Cara Kerja
1.      Disiapkan alat dan bahan
2.      Dikalibrasi botol 60 ml
3.      Ditimbang Sulfametoksazol sebanyak 240 mg diatas kertas perkamen
4.      Ditimbang Trimetoprin sebanyak 480 mg diatas kertas perkamen
5.      Diukur Ppg sebanyak 10 ml digelas ukur
6.      Dimasukkan Sulfametoksazol dan trimetoprin kedalam lumpang, kemudian dimasukkan Ppg kedalam karena Sulfametoksazol dan trimetoprin tidak dapat   larut kedalam etanol
7.      Ditimbang Sakarin sebanyak 0,1 g diatas kertas perkamen
8.      Dimasukkan Sakarin kedalam erlenmeyer lalu dilarutkan dengan air panas     karena sakarin tidak larut dalam air dingin tetapi hanya larut dalam air panas kocok
9.      Dimasukkan kedalam lumpang, gerus hingga homogen
10.  Disaring kedalam botol yang tidak dikalibrasi
11.  Dimasukkan dengan aquadest 60 ml, dikocok
12.  Diberikan etiket putih, kocok dahulu



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1     Hasil Percobaan
1.      Resep
2.      Etiket
APOTEK NANI HASANUDDIN
Jl. Perintis Kemerdekaan VIII No. 24 Makassar
Ratnawati, S.Si., Apt
SIK : 442/315/APT/DKK/11/2007
No. 5                            Mks, 12 Desember 2017

An. Sabir
2 x Sehari 1 Sendok Teh
Sesudah Makan/ Sebelum Makan
Dikocok Terlebih Dahulu

Semoga Lekas Sembuh

3.      Tabel Pengamatan
No
Gambar
Keterangan
1.

  


1)      Sakarin
2)      Propilen glikol

2.

Digerus Parasetamol didalam lumpang
3.


Dimasukkan Propilen glikol ke dalam lumpang
4.


Setelah dimasukkan sakarin, digerus hingga homogen
5.
Dimasukkan ke dalam botol yang telah dikalibrasi 60 ml
6.
Dicukupkan volumenya dengan Aqua dest hingga 60 ml
7.
Dikocok dan di beri etiket putih

IV.2     Pembahasan
Obat dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit, mengobati atau mencegah penyakit pada manusia, hewan  dan tumbuhan (Anis Yohana, 2011).
            Larutan didefinisikan sebagai sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air (Anis Yohana, 2011).
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan yaitu serbuk dilarutkan dengan propilen glikol karena sulfametoksazol dan trimetoprim tidak larut dalam air dan etanol, sedangkan propilen glikol dapat bercampur dengan air dan etanol sehingga memudahkan kelarutan sulfametoksazol dan trimetoprim. Hal ini sesuai dengan literature yang menyatakan bahwa propilen glikol merupakan cairan kental, dapat bercampur dengan air dan etanol (Anis, Yohana, 2009).
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, larutan yang dihasilkan berwarna kuning disebabkan karena zat warna pada Sulfametoksazol dan Trimetoprim yang digunakan didalam praktikum. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa Sulfametoksazol dan Trimetoprim berwarna putih (Dirjen POM, 2014).
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, larutan dikemas dengan menuang larutan kedalam botol melalui ujung mortir atau menggunakan bantuan corong, hingga larutan tidak tersisa lagi di mortir, kemudian tutup botol dibersihkan dan diberi etiket dengan rapi. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa larutan tidak boleh tersisa lagi di mortir, bagian luar botol harus bersih dan etiket ditempel rapi (Tati Suprapti, 2016).
Berdasarkan serbuk yang telah dibuat dapat diindikasikan untuk mengobati infeksi saluran kemih karena dilihat dari resep diberikan Sulfametoksazol dan Trimetoprim merupakan kombinasi antibiotik yang dapat menghambat enzim dihidrofolat reductase sehingga menghambat proses reduksi dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Hal ini sesuai dengan literature yang menyatakan bahwa Sulfametoksazol dan Trimetoprim kombinasi antibiotik yang dinamakan co-trimoksazol digunakan untuk infeksi saluran kencing (Agung Endro, 2012).
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, resep tersebut tidak rasional karena tidak mencantumkan tempat tanggal penulisan resep serta tidak ada paraf/tanda tangan dokter penulis resep. Sedangkan pada literatur buku syamsuni menyatakan bahwa resep dapat dikatakan rasional bila mencantumkan tempat dan tanggal penulisan resep serta paraf/tanda tangan dokter penulis resep dan memenuhi kelengkapan resep lainnya.
Dosis dari obat tersebut yaitu 2 kali sehari dengan waktu paruh 12 jam dan diminum sesudah makan agar tidak menimbulkan iritasi lambung, dan absorpsinya akan lebih baik bila ada makanan.



BAB V
PENUTUP

V.1      Kesimpulan
       Berdasarkan hasil percobaan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dosis maksimumnya over dosis karena persentasinya melebihi dari 100 % dan batas dosis maksimum, yang diindikasikan untuk alergi disertai demam dengan aturan pakai 2 x 1 sehari sesudah makan. Resep larutan tidak rasional karena tidak memenuhi salah satu persyaratan 5 T + 1 W.
V.2      Saran
Adapun saran saya untuk praktikum selanjutnya yaitu supaya proses pengerjaan larutan supaya dilakukan dengan teliti supaya tidak mempengaruhi kualitas sediaan.



DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 2012. Farmasetika. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.
Ansel, Howard C. 2008.
Dewi, Ni Luh. 2011. Formulasi Sirup Pembawa yang Didapar pada Ph 5,5 untuk Sediaan Racikan Serbuk. Universitas Surabaya : Surabaya.
Dirjen POM, 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Departemen Kesehatan RI :          Jakarta.
Endro, Agung. 2012. Farmakologi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Gunawan, Elsye. 2016. Formulasi Sirup Antimalaria Ekstrak Kulit Batang Kayu Susu. Universitas Cendrawasi : Jayapura.
Sulaiman. 2012. Perubahan Sifat pada Benda. PT Balai Pustaka : Jakarta.
Sudjadi, 2012. Analisis Farmasi. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.
Suprapti, Tati. 2016. Praktikum Farmasetika Dasar. Kementeriaan Kesehatan RI. Jakarta.
Wijayanti, Ria. 2015. Formulasi dan Evaluasi Sirup Ekstrak Daun Sidaguri. UNSRAT : Manado.
Winfield. 2009. Pharmaceutical Practice Fourth Edition. El Sevier. Churchill Livingstone.
Yohana, Anis. 2009. Farmasetika Dasar. Widya Padjadjaran : Bandung.






LAMPIRAN PERHITUNGAN

1.      Perghitungan Bahan
a.       Sulfametoksazol        : 240 mg
b.      Trimetoprim               : 480 mg
c.       Sakarin                       : 0,1 g
d.      Ppg                            : 10 ml
e.       Aquadest                   : Ad 60 ml

2.      Perhitungan Dosis Maksimum
a.       Perhitungan Dosis Maksimum Sulfametoksazol
Rumus Young → 1 - 8 tahun =   x Dosis Dewasa (Anief, 2010).
Dik     : DM Sulfametoksazol = 75 mg/hari
Dit     : % DM Sulfametoksazol ?
Peny   : u/ umur 5 tahun =   x 75 mg = 22,05 mg
Sekali           : 1 x 240 mg               = 240 mg
Sehari           : 2 x 240 mg                = 480 mg > 22,05 mg
 %                  :  x 100 %     = 2.176 % < 100 %
b.      Perhitungan Dosis Maksimum Trimetoprim
Rumus Young → 1 - 8 tahun =   x Dosis Dewasa (Anief, 2010).
Dik     : DM Trimetoprim = 200 mg/hari
Dit     : % DM Trimetoprim ?
Peny   : u/ umur 5 tahun =   x 200 mg = 58,8 mg
Sekali           : 1 x 480 mg                = 480 mg
              Sehari           : 2 x 480 mg                = 960 > 58,8 mg
              %                  :  x 100 %       = 1.632 % < 100 %
Kesimpulan : Over dosis karena persentasinya melebihi dari 100 % dan                       melebihi batas dosis maksimum.






LAMPIRAN KEMASAN OBAT

1.      Kotrimoksazol
  
  
2.      Sakarin
3.      Propilen glikol


0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.