laporan Farmakologi SISTEM SARAF OTONOM

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
       Farmakologi atau ilmu khasiat obat adalah ilmu yang  mempelajari kemampuan obat dengan seluruh aspeknya, baik sifat kimiawi maupun fisikanya, kegiatan fisiologi, resorpsi dan nasipnya didalam organisme hidup. Untuk menyelidiki semua interaksi antara obat dan tubuh manusia khususnya, serta penggunaan pada pengobatan penyakit, disebut farmakologi klinis. Ilmu khasiat obat ini mencakup beberapa bagian yaitu farmakognosi, biofarmasi, farmakokinetik dan farmakodinamika, toksikologi dan farmakoterapi.
      Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh dan sebetulnya termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek teraupetis obat berhubungan erat dengan efek dosisnya. Pada hakikatnya setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat bekerja sebagai racun dan merusak organisme (“sola dosis facit venenum” yang artinya hanya dosis membuat racun.
      Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi, yaitu ilmu mengenai cara membuat, memformulasi, menyimpan dan menyediakan obat. Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati, mendiagnosis penyakit/gangguan atau menimbulkan suatu kondisi tertentu.
     Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak. Fungsi sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan (antagonis).   Dua perangkat neuron dalam komponen otonom pada sistem saraf perifer adalah neuron aferen atau sensorik dan neuron eferen atau motorik. Neuron aferen mengirimkan impuls ke sistem saraf  pusat, dimana impuls itu diinterprestasikan. Neuron eferen menerima impuls (informasi) dari otak dan meneruskan impuls ini melalui medulla spinalis ke sel-sel organ efektor. Jalur eferen dalam sistem saraf otonom dibagi menjadi dua cabang yaitu saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Dimana kedua sistem saraf ini bekerja pada organ-organ yang sama tetapi menghasilkan respon yang berlawanan agar tercapainya homeostatis (keseimbangan). Kerja obat-obat pada sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis dapat berupa respon yang merangsang atau menekan.
    Dalam dunia farmasi, sistem saraf otonom ini sangat erat hubungannya dengan farmakologi dan toksikologi karena kita dapat mengetahui mekanisme kerja obat yang akan mempengaruhi sistem saraf otonom itu sendiri.

1.2  Maksud dan tujuan percobaan
1.2.1     Maksud percoban
       Adapun maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui efek obat sistem saraf otonom pada hewan coba mencit.
1.2.2     Tujuan percobaan
       Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan efek obat sistem saraf otonom pada hewan coba mencit.

1.3      Manfaat percobaan
       Adapun manfaat dari percobaan ini yaitu mahasiswa dapat melihat efek farmakologi sistem saraf otonom obat sistem saraf otonom yang diberikan kepada hewan coba mencit.
1.4      Prinsip percobaan
       Adapun prinsip percobaan pada praktikum ini yaitu penentuan golongan senyawa obat yang termasud dalam golongan adrenergik, antiadrenergik, kolinergik dan antikolinergik berdasarkan efek farmakologi yang ditujukan hewan coba stelah pemberian obat atropin sulfat, propanolol dan pilokarpin scecaara personal.











BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.1 Teori Umum
       Hampir semua fungsi pengendalian tubuh manusia dilakukan oleh sistem saraf. Secara umum sistem saraf mengendalikan aktivitas tubuh yang cepat seperti kontraksi obat. Daya kya kepekaan dan daya hantaran merupakan sifat utama dan makhluk hidup dalam bereaksi terhadap perubahan disekitarnya. Rangsangan ini dinamakan stimulus. Reaksi yang dihasilkan dinamakan respon makhluk hidup yang bersel satu (uniseluler) maupun bersel banyak (multiseluler) di tentukan kemapmpuan funsinya oleh protoplasma sel. (Pearce, 2004)
       Sistem kita terdiri dari dua kelompok yakni susunan saraf pusat (SSP) yang meliputi otak dan sumsum tulang belakang dan distem saraf perifer dengan saraf-saraf yang secara langsung atau tidak langsung, ada hubungannya dengan sistem saraf pusat. Saraf perifer ini terbagi lagi ke dalam dua bagian yaitu susunan saraf motorik yang bekerja sekehendak kita, misalnya otot-otot lurik (kaki, tangan, dan sebagainya), serta susunan saraf otonom (SSO) yang bekerja menurut aturannya sendiri. (Tjay dan Rahardja, 2002)
       Sistem saraf otonom adalah serangkaian organ yang kompleks dan berkeseimbangan serta terutama terdiri dari jaringan saraf dan tidak dan tidak dapat dikehendaki oleh kemauan kita melalui otak. (Dsamhuri, 2011)
       Sistem saraf otonom dibagi lagi menjadi dua cabang yaitu susunan (orto), simpatis (SO) dan susunan lebih deminan dari pada situasi “istirahat dan mencerna”. Sistem saraf parasimpatik bukanlah suatu perwujudan funsional seperti sistem simpatik dan tidak perna mengatasi sebagai suatu system yang lengkap. Bila sistem ini bekerja, akan menghasilkan gejala yang pasif, tidak diharapakan dan tidak mengerangkan. Sebagai gantinya , serabut-serabut parasimpatis yang terpisah-pisah akan si aktivasi secara tepisah pula dan sistem bekerja mempengaruhi organ-organ spesifik seperti lambung dan mata. (Sastrodipradya, 2003)
       Pada susunan otonom. Implus disalurkan ke organ tujuan (efektor, organ ujung secara tak langsung). Saraf otonom dibeberapa tempat terkumpul di sel-sel yang lain dinamakan neuron proganglioner. Sedangkan saraf antara gangora dan organ ujung disebut neuron post-ganglioner. Impuls dari sistem saraf pusat dalam sinaps dialihkan dari satu neuron kepada yang lain secara kimiawi dengan jalan transmitter (juga disebut neuron hormon). Bila dalam suatu neuron impuls tiba disinaps, maka pada saat itu juga neuron tersebut membebaskan suatu neuron hormon di ujungnya, yang meliputi sinaps yang berikut dibebaskan pula neuron hormon dan seterusnya hingga impuls tiba di organ efektor. (Tjay dan Rahardja, 2002)
       Saraf kolinergik, semua neuron proganglioner, baik dari saraf otonom maupun dari saraf pusat, menghasilkan neuron hormon asetilkolin, begitu pula neuron post-ganglioner dari saraf pusat, saraf-saraf ini disusun dari saraf kolinergik. Aseokolin (AOC) merupakan transmitter pula untuk saraf motorik pada penerusan impuls ke otot-otot lurik. (Tjay dan Rahardja, 2002)
       Menurut khasiatnya obat-obatan dapat digunakan sebagai berikut:
1.      Zat-zat yang bekerja terhadap saraf otonom, yakni:
a.       Simpatomimetika (adrenergika), yang meniru efek dan perangsangan saraf otonom misalnya non-adrenalin, efedrin, isopramisin, dan amfetamin.
b.      Simpotolitika (adrenalitika) yang justru menekan saraf-saraf simpatik atau melawan efek adrenergika, umpamanya alkoloida dan propanolol.
2.      Zat-zat perintang ganglion, yang merintang penerusan impuls dalam sel-sel lurik simpatik dan parasimpatik. Efek perintang ini dampaknya luas, antara lain biosodlotasi karena blockade susunan simpatik dopamine.
3.      Zat-zat yang bekerja terhadap saraf pusat, yakni:
a.       Parasimpatomimetika (kolinergika) yang merangsang organ-organ yang dilayani saraf parasimpatik dan meniru efek perangsangan dengan asetilkolin misalnya laktropin dan fesostigmin.
b.      Parasimpatolitik (antikolinergika) yang justru melawan efek-efek parasimpatomimetika, misalnya alkoloida, propanolol, dan mepenzolot. (Tjay dan Rahardja, 2002)
       Sistem saraf otonom bergantung pada system saraf pusat, dan antara keduanya dihubungkan urat-urat saraf aferen dan eferen, juga memiliki sifat seolah-olah sebagai bagian sistem saraf pusat yang telah bermigrasi dari saraf pusat guna mencapai kelenjar, pembuluh darah, jantung, paru-paru, dan usus. Karena sistem saraf otonom itu terutama berkaitan dengan pengendalian organ-organ dalam secara tidak sadar, kadang-kadang disebut juga susunan saraf tak sadar. (Evely C Pearce, 2015)
       Menurut fungsinya, susunan saraf otonom dibagi dalam dua bagian:
(Evely C Pearce, 2015)                      
1.      Sistem simpatis yang terletak di depan kolumna vetebrata dan berhubungan serta bersambung  dengan sumsum tulang belakang melalui serabut-serabut saraf.
2.      Saraf parasimpatis yang terbagi dalam dua bagian  yang terdiri atas saraf otonom konial dan saraf otonom sakral.
       Sistem saraf otonom dapat diperoleh lagi menjadi dua cabang yakni susunan (orto). Simpatis dan susunan parasimpatis pada umunya dapat dikatakan bahwa kedua susunan ini bekerja antagonistis. Bila suatu sistem merintangi fungsi tertentu, sistem lainnya justru menstimulasinya, tetapi dalam beberapa hal. Kahasiatnya berlainan sama sekali atau bahkan bersifat sinergetis. (Gibson, 2002)
       Adapun fungsi sistem saraf otonom yaitu sebagai berikut: (Pearce, 2004)
Fungsi saraf simpatis:
1.      Efek stimulasi simpatis, efek simpatis adalah meningkatkan irama jantung dan tekanan darah, menobilisasi cadangan energy tubuh dan meningkatkan aliran darah dari kulit dan organ internal. Stimulasi simpatis juga menyebabkan dilatasi pupil dan bronkiolus.
2.      Respon “flight or flight”: Reaksi-reaksi ini disebabkan oleh aktivasi langsung simpatis pada organ efektor dan melalui stimulasi medulla adrenalin untuk melepaskan epinefrin dan sejumlah neopenefrin. Hormon-hormon ini memasuki aliran darah dan meningkatkan respon organ efektor yang mempunyai reseptor adrenergic.
 Fungsi sistem saraf parasimpatis menjaga funsi tubuh esensial seperti:
       Sistem saraf parasimpatik menjaga fungsi tubuh asensial seperti proses pencernaan makanan  dan pengurangan zat-zat sisa, dan hal ini diperlukan untuk mempertahankan kehidupan. Sistem ini biasanya bekerja bekerja melawan dan mengimbangi aksi simpatis dan biasanya lebih dominan daripada simpatis. (Sastradepradjo, 2000)
       Sistem saraf parasimpatis, saraf cranial otonom adalah saraf kronial ketiga, ketujuh, kesembilan, dan kesepuluh. Saraf-saraf ini merupakan penghubung, tempat serabut-serabut parasimpatik lewat. Dalam perjalanannya keluar dari otak menuju organ-organ yang mencapai serabut-serabut otot serkuler pada arus merangsang gerakan-gerakan yang mementukan ukuran pupil mata menggunakan saraf kronial ketiga, yaitu saraf okula motorik. (Evely C Pearce, 2015)
       Serabut-serabut otot motorik sektorik mencapai kelenjar ludah melalui saraf ketujuh. Fasial seita saraf kesembilan , aclosaforingeus. Saraf uagus atau saraf cranial kesepuluh adalah serabut sarf otonom terbesar. Bagian layanannya luas, seita serabut-serabutnya disebarkan ke sejumlah besar kelenjar dan organ sebagaimanayang telah diperoleh. Penyebaran ini sejalan dengan penyebaran serabut simpatis mengenai sistem pengendaliannya pada organ-organ tertentu. (Evely C Pearce, 2015)
       Sistem saraf simpatis terdiri atas serangkaian urat yang bermutan ganglion-ganglion. Urat-urat itu bergerak dari dasar tengkorak yang terletak di depan kolumna vertebra dan berakhir dalam proses didepan kotesigus sebagai ganglion kotesigus. Fungsi serabut-serabut saraf simpatis menyerapi otot jantung, otot-otot tak sadar, semua pembuluh darah, serta semua organ dalam seperti lambung dan usus. Melayani  serabut motorik seksorik pada kelenjar keringat. Serabut-serabut motorik pada otak tak sadar dalam kulit aroktores polorum, serta mempertahankan torussemua otot, termasuk torus otot sadar. (Evely C Pearce, 2015)
       Penggolongan obat sistem saraf otonom terbagi atas beberapa bagian, yaitu sebagai berikut: (Mycek, Mary J, 2001)
1.      Antagonis kolinergik
Antagonis klinergik dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
a.       Bekerja langsung
Obat-obat yang termasuk yaitu: Asetolkolin, karbakol, dan polikarpin.
b.      Bekerja tak langsung (reversible)
Obat-obat yang termasuk yaitu: Erdrofornium, neostigmin, fisostigmin, dan pirdistigmin.
c.       Bekerja tek langsung (unireversible)
Obat-obat yang termasuk yaitu: Eksotiofat dan isoflurofat.

2.      Antagonis kolinergik
Antagonis kolinergik terbagi ke dalam 3 kelompok, yaitu:
a.       Obat antimuskarinik
Obat-obat yang termasuk yaitu: Atropin dan skopalamin
b.      Penyekat ganglionik
Obat-obat yang termasuk yaitu: Nikotin
c.       Penyekat neuromuscular
Obat-obat yang termasuk yaitu: ortokornium
3.      Antagonis andrenergik
a.       Bekerja langsung
b.      Bekerja tak langsung
c.       Bekerja ganda
4.      Antagonis andrenergik
a.       Penyekat: doxzasin. Fentolamin
b.      Penyekat: propanolol dan trunolol
       Cara pemberian hewan uji: (Harmita, 2008)
1.      Pemberian oral
a.       Mencit dan tikus
       Diberikan dengan alat suntik yang dilengkapi dengan jarum atau kanula berujung tumpul dan berbentuk bola. Jarum atau kanula di masukkan ke dalam mulut perlahan-lahan, diencerkan obat dalam bentu suspensi larutan atau emulsi melelui langit-langit ke belakang esofagus.
b.      Kelinci dan marmot
      Cairan diberikan dengan bantuan kateter yang dilengkapi dengan pipa kayu dengan panjang 12 cm, diameter luar 3cm, diameter dalam 7 cm, mouth bloker dipasang ketika hewan dalam posisi duduk, tekan rahang hewan dengan ubu jari dan telunjuk. (Tim Dosen, 2016)
       Cakupan ke dalam esophagus melalui mouth bloker, kater dimasukkan sekitar 20-25 cm (keter ditandai pada 25 cm) untuk memeriksanya apakah keteter masuk esophagus dan bukan pada trakea, cakupan yang luar bukan ke dalam air jika timbul gelembung udara berarti bakteri tidak masuk ke esophagus. (Tim Dosen, 2016)
2.      Intravena
a.       Mencit
       Penyuntikan dilakukan pada vena ekor(ada 4 vena pada ekor) letakan hewan pada wilaya tertutup sedemikian rupa sehingga mencit tidak keluar, lakukan saat bergerak dengan ekor menjulur keluar. Hangatkan ekor dengan cukupkan ke dalam air hangat (40oC-50oC), pegang ujung ekor dengan tangan.
b.      Tikus
       Pada tikus dia diberi penyuntikan dapat dilakukan pada ekor (seperti pada mencit) pada vena penis (khusus untuk tikus jantan) dan vena di permukaan alas kaki tikus yang disintesis.


c.       Kelinci dan marmut
       Dapat dilakukan pada vena menginalis untuk marmot besar atau untuk marmot yang dianastesi.
3.      Subkutan
       Pada tikus dan marmot, penyuntikan dilakukan di bawah kulit pada daerah tengkuk. Pada kelinci penyuntikan dilakukan dibawah kulit daerah tengkuk atau sisi punggung. Untuk marmot dan kelinci angkat sebagian kulit dan ditusukkan jarum menembus kulit, sejajar dengan otot dibandingkan. (Harmiati, 2008)
4.      Intramuscular
       Untuk mencit dan tikus, penyuntikan dilakukan pada otot glukelus maksimus atau biopreinos atau semitrendinosis pada belakang. (Harmiati, 2008)
5.      Intraperitoneal
       Untuk semua hewan percobaan, penyuntikan dilakukan pada perut sebelah kanan yaitu tangan jangan terlalu tinggi agar tidak mengenai hati dan kandungan kemih. (Harmiati, 2008)






II.2      Uraian Bahan
1.      Air murni ( Farmakope Indonesia,2014 halaman:63)
Nama resmi           : PURIFIEDWATER
Nama lain              : Air murni
Rumus kimia         : H2O
Berat molekul        : 18,02
Pemerian                          : Cairan jernih, tidak berwarena, tidak berbau, tidak
                               mempunyai rasa.
Penyimpana          : Disimpan dalam wadah yang baik
Kegunaan             : Sebagai air minum pada hewan uji mencit
2.      Atropin Sulfat (FI V,2014 halaman 98)
Nama resmi           : ATROPHIN SULFAT
Nama lain              : Atropin sulfat
Rumus kimia         : C23H46N2O6H2SO4
Berat molekul        : 694,89
Pemerian               : Hablur tidak berwarna atau serbuk putih, agak
                                berbau, sangat pahit , sangat bercun
Penyimpanan         : Dalam wadah tertutup rapat  terlindung dari
                                cahaya
Khasiat                  : Parasimpatolitikum
3.      Propanol (FI V,2014, halaman : 209)
Nama resmi           : PROPANOLOL HIDROKOOHLORIUM
Nama lain              : Propanolol hidroksida
RM/BM                 : C16H12NO2HO
Pemerian               : Serbuk hablur, putih atau hampir putih, tidak berbau rasa pahit
Kelarutan              : Larut dalam air dan etanol, sukar larut dalam
                                 kloroform, praktis tidak larut dalam
Penyimpanan         : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
                                cahaya
Kegunaan              : Sempatonimatika
II.3             Klasifikasi Hewan Uji
1.      Klasifikasi Mencit
Kingdom        : Animalia
Felum             : Chordata
Subfilum        : Vertebrata
Kelas              : Mamalia
Ordo               : Redeuti
Famili             : Murydae
Genus             : Mus
Spesies           : Mus musculus
2.      Karakteristik mencit (Mus musculus)
a.       Menoct (Mus musculus)
Lama hidup                      : 1-3 tahun, bisa sampai 3 tahun
Lama bunting                   : 10-21 hari
Umur dewasa                   : 35 hari
Siklus kelamin                  : Poliestrus
Siklus estros                     : 4-5 hari
Lama estros                      : 12-24 jam
Berat dewasa                   : 20-40 gram jantan, 18-35 gram
                                           betina
Berat lahir                                    : 0,5- 1,0 gram
Jumlah anak                     : rata rata 6 bisa 15
Suhu(rektal)                     : 35-39C
Perkawinan kelompok      : 4 betina 1 jantan
Aktivitas                          : Malam
Sifat sifat mencit
-          Penakut
-          Fotofobia
Konsumsi pekan perhari   : 59 (umur 8 minggu)
Konsumsi air perhari        : 6-7 ml
Diet protein                      : 20-25%
Ekskresi urin perhari        : 0,5-1ml
Bobot jantan dewasa       : 26-40 gram
Bobot betina dewasa       : 20-40 gram
Bobot lahir                       : 1-1,5 gram
Dewasa kelamin               : 28-29 hari
Siklus astrus                     : 4-5 hari
Rasio kawin                     : 1 jantan 3 betina
Jumlah keturunan             : 40
Suhu raktal                       : 37,6C
Laju respirasi                    : 63 kali/menit
Denyut jantung                : 110/840kali/menit
Pengambilan darah           : 7,7 ml/kg
Jumlah sel darah merah    : 8,7-10,110/m
Kadar homoglobin           : 13,4xg/dl
Jumlah sel darah putih     : 8,4 x 1000/m
Lama bunting                   : 19- 21 hari
Volume darah                  : 35-30
3.      Morfologi mencit
           Ukuran lebih kecil(berbulu, berwarna putih, dan warna kulit lebih pucat, mata berwarna hitam dan kulit bersinar dan ekor berwarna gelap)
4.      Genon mencit
           Mencit memiliki 20 kromosom haploid dan telah selesai diurutkan genomnya pada tahun 2002 dan 20 kromosom tersebut terdapat pada 23,786 gendon memiliki jantan mukloitida sebanyak 3000 mb.


















BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Alat dan bahan percobaan
III.1.1 Alat percobaan
       Adapun alat yang digunakan percobaan kali ini adalah batang pengaduk, gelas beker, kanula, spoit dan tissue
III.1.2 Bahan percobaan
       Adapun bahan yang digunakan pada percobaan kali ini adalah aquadest, atropin, mencit (mus musculus), pilokarpin, dan propanolol.
III.2 Cara kerja
III.2.1 Persiapan hewan
1.    dipegang ujung ekor dengan tangan kanan
2.    dipegang kulit kepala sejajar dengan telinga mencit
denganmenggunakan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri.
3.    Ditukarkan pegangan ekor dari tangan ke jari
kelingking kiri supaya mencit itu dapat dipegang dengan sempurna.
4.    Mencit siap untuk diberi perlakuan.
III.2.2 Cara kerja pemberian secara oral
1.    Dipegang tengkuk mencit sedemikian rupa dengan tangan kiri sehingga ibu jari melingkar ibawah rahang sehingga posisi
abdomen lebih tinggi dari kepala.
2.    Diberikan larutan obat atropin dan propanolol kemulut
 mencit melalui langit-langit masuk esofagus.
3.    Dorong larutan tersebut ke dalam esofagus




















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
No
Efek
Atropin sulfat
Propanolol


10
20
30
60
10
20
30
60
1.
Midriaslis
-
-
-
-
-
-
-
-
2.
Miosis
-
-
-
-
-
-
-
-
3.
Groming
+++
++
+
+
-
++
-
-
4.
Stroub
-
-
-
-
-
-
-
-
5.
Diare
-
-
-
-
-
-
-
-
6.
Diuresis
+
+
-
-
+
-
-
-
7.
Vasodilatasi
-
-
-
-
-
-
-
-
8.
Vasokontraksi
-
-
-
-
-
-
-
-
Keterangan  : - tidak ada      ++ banyak
+ ada     +++ sangat banyak

IV.2  Pembahasan
       Sistem saraf pusat adalah serangkaian organ yang kompleks dan berkeseimbangan serta terutama terdiri dari jaringan saraf. Dalam mekanisme sistem saraf, lingkungan internal dan stimulas eksternal dipantau dn di atur. Susunan saraf terdiri dari susunan saraf pusat dan susunan saraf tepi.
       Sistem saraf otonom tergantung pada sistem saraf pusat, dan antara keduanya dihubungkan oleh urat-urat saraf dan eferen. Juga memiliki sifat=sifat seolah-olah sebagian-bagian sistem saraf pusat, yang telah bermigrasi dari saraf pusat guna mencapai kelenjar, pembuluh darah, jantung, paru-paru, dan usus. Oleh karena itu sistem saraf otonom itu terutama berkenaan dengan pengendalian  organ-organ dalam secara tidak sadar disebut susunan saraf tidak sadar.
       Pada percobaan kali ini akan dilihat bagaimana efek yang ditimbulkan oleh beberapa obat seperti atropin, propanolol dan pilokarpin terhadap hewan coba mencit (mus musculus).
       Atropin memiliki afnitas kuat terhadap reseptor muskarinik dimana obat ini terikat secara kompetitif, sehingga mencegah asetil kolin terikat secara kompetitif pada tempatnya direseptor muskorinik. Pada praktikum kali ini atropin diberikan secara oral kepada hewan coba mencit (mus musculus). Pemberian atropin yang merupakan antagonis kolinergik pada mencit menyebabkan terjadinya groming dan diuresis setelah 10-60 menit.
      Atropine menghambat muskarinik secara kompetitif yang ditimbulkan oleh asetil kolin pada sel efektor organ tertentu pada kelenjar otot polos dan otot jantung, usus dan bronkus.
       Propanolol adalah prototipe obat penyakit. Propanolol memiliki biorabilitas rendah tergantung dosis sebagai akibat metabolisme lintas pertama yang ekstensif didalam hati. Obat ini mempunyai efek yang sangat kecil yang tak perlu di khawatirkan pada reseptor dan muskarinik. Tetapi dia dapat menyekat beberapa reseptor serotin di dalam otak. Propanolol diberikan secara oral kepada hewan coba mencit (mus musculus). Pemberian propanolol menyebabkan terjadinya groming dan diuresis setelah 10-20 menit.
     Propanolol merupakan penghambat adreneseptor beta non selektif sehingga menyebabkan penurunan kompetensi pada reseptor adrenergic beta sehingga menyebabkan penurunan efek kronotropik, inotropik dan respon vasolidator terhadap perangsang adrenergic beta. Suatu obat penghambat beta adreneseptor yang terutama digunakan untuk terapi takiaritmia dan antiangina.
       Adapun faktor kesalah yang terjadi yaitu tidak kesesuaian volume pemberian obat dan bobot mencit sehingga efek yang ditimbulkan obat kurang maksimal. Faktor lain juga mungkin disebabkan oleh ketidaktelitian pengamatan oleh praktikan sehingga respon, onset dan durasi yang dicatat kurang tepat.
       Adapun dalam bidang farmasi pengetahuan tentang sistem saraf pusat perlu untuk diketahui khususnya dalam bidang ilmu farmakologi taksikologi karena mhasiswa farmasi dapaat mengetahui obat-obat apa saja yang perlu atau bekerja pada sistem saraf otonom.


BAB V
PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan san pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa atropin merupakan senyawa obat golongan antikolinergik dan memberikan efek groming dan diuresis. Propanolol merupakan senyawa obat golongan antiadrenergik dan memberikan efek groming dan diuresis.
V.2 Saran
Adapun saran saya pada praktikum kali ini adalah agar praktikan lebih berhati-hati lagi dalam penanganan hewan uji dan memperhatikan dosis serta volume obat yang diberikan.












DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM, 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan RI: Jakarta.          
Dosen Tim, 2016. Penuntun Praktikum Farmakologi. Stikes Nani Hasanuddin: Makassar.
Harmiati, 2003. Buku Ajar Analis Hayati. EGC: Jakarta.
Gibson Jhon, 2001. Sinopsis Farmakologi. Hipo Kores: Jakarta.
Mycek Mary J, 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2. Widya Medika.
Pearce Evelya C, 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedic. PT. Gramedia: Jakarta.
Sastradipradja D, 2003. Penggunaan Hewan Coba Dalam Penelitian. Lartude Pertanian: Bogor.
Tjay T H dan Rahardja K. 2002. Obat-obat Penting. Prolex Media Kompotindo Gramedia: Jakarta.










LAMPIRAN

1.      Atropin
Dik :               
Dosis atropin                           = 0,5 mg
Konfersi manusia ke mencit   = 0,0026
      Berat min. mencit              = 20 g
      Berat max. mencit             = 30 g
Penyeleseaian :
            DE x factor konversi x
        = 0,5 mg x 0,0026 x
        = 0,0013 x
        = 0,00195               Dosis untuk mencit 30 g

Untuk 2 mencit = 2 x 0,00195 x 0,0039 mg
Berat yang ditimbang (BYB) =   X Berat rata-rata tablet obat
                                               =  x 300 mg
                                                              = 2,34 mg
                Volume pemberian
            Mencit 1 20 g
                        =   x 1 mL = 0,67 mL
Mencit 2 22 g
 x 1 mL = 0,67 mL



LAMPIRAN


Biarkan mencit sampai merasa nyaman
Kemudian tarik bagian punggung mencit dan selipkan ekor dengan jari keingking


Suntikan obat secara oral menggunakan jarum/kanula yang dimasukkan kemulut mencit dari bagian pipi
Kemudian amati reaksi yang terjadi












0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.