MAKALAH RESISTENSI ANTIBIOTIK



KATA PENGANTAR
 Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.

            Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Dengan judul “RESISTENSI  ANTIBIOTIKA “ Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
   
            Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
   
            Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca
   
   


                                                                                  Makassar 16 desember 2016

penyusun



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
            Pada kehidupan sehari-hari utamanya pada masyarakat awam,sering kita jumpai seseorang yang mengkomsumsi obat tanpa resep dari seorang dokter,hal ini dikarenakan beredarnya  obat-obatan  yang sebenarnya tidak boleh di jual bebas. Mereka dengan mudahnya membeli suatu obat lalu mengkomsumsinya tanpa mengetahui sejauh mana pengaruh obat tersebut terhadap dirinya.
            Pengkomsumsian suatu obat tanpa memenuhi prosedural tertentu akan menyebabkan kesalahan teknis,yang tentunya akan merugikan diri sendiri,,misalnya saja dengan memakan obat antibiotik yang tidak teratur dengan kuantitas berkali-kali maka tidak menutup kemungkinan dalam jangka waktu tertentu akan menyebabkan resistensi terhadap golongan antibiotik tersebut.
            Pada umumnya masyarakat tidak mengetahui apa itu resistensi,nah di sinilah peran seorang farmasis untuk meluruskan beberapa pemahaman yang sering muncul karena minimnya informasi yang menunjang.
            Menurut defenisi kami resistensi itu sendiri adalah tidak berefeknya suatu obat terhadap tubuh manakala obat tersebut dikomsumsi. Mengapa dan kenapa hal tersebut bisa terjadi ??? untuk mengetahuinya simaklah makalah kami ini pada lembaran berikutnya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu antibiotik?
2.      Bagaimana cara penggunaan antibiotik?
3.      Apa itu resistensi antibiotik?
4.      Apa penyebab resistensi antibiotik?
5.      Apa akibat yang ditimbulkan dari resistensi antibiotik?
6.      Bagaimana asal mula resistensi kuman terhadap obat ?
7.      Bagaimana klasifikasi resistensi terjadi ?
8.      Bagaimana mekanisme terjadinya resistensi?
9.      Bagaimana pengendalian resistensi ?
10.  Bagaimana pencegahan resistensi antibiotik?

C.    Tujuan penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian antibiotik
2.      Untuk mengetahui cara penggunaan antibiotik
3.      Untuk mengetahui pengertian resistensi antibiotik
4.      Untuk mengetahui penyebab resistensi antibiotik
5.      Untuk mengetahui akibat yang ditimbulkan dari resistensi antibiotik
6.      Untuk mengetahui pencegahan resistensi antibiotik
7.      Untuk mengetahui Bagaimana klasifikasi resistensi terjadi
8.      Untuk mengetahui mekanisme terjadinya resistensi
9.      Untuk mengetahui pengendalian resistensi
10.  Untuk mengetahui resistensi antibiotik

























BAB II
PEMBAHASAN
A.   Definisi Antibiotik
Antibiotik adalah obat yang mengandung segolongan senyawa, baik alami maupun buatan, yang dimaksudkan untuk menekan atau menghentikan proses biokimia di dalam tubuh bakteri. Obat ini biasa digunakan untuk menyembuhkan penyakit yang disebabkan oleh kuman berupa bakteri.

B.   Cara Penggunaan Antibiotik
            Antibiotik didapatkan dengan resep dokter dan digunakan secara rasional (tepat), baik tepat pengobatan, tepat dosis, tepat cara dan tepat dalam lama penggunan.
Ø  Tepat pengobatan: Antibiotik harus dipilih secara tepat sesuai kuman yang menginfeksi.
Ø  Tepat dosis: Ketepatan dosis menjadi penting karena dosis yang tepat dapat mencapai terapi yang diharapkan.
Ø  Tepat cara penggunaan           : Antibiotik harus diminum tepat pada waktunya, hal ini berkaitan dengan mekanisme penghambatan antibiotik terhadap kuman yang harus berlangsung terus menerus hingga terapi berhasil membunuh semua kuman.
Ø  Tepat lama penggunaan : Pengobatan dengan antibiotik juga bergantung jangka waktu pengobatan karena setiap kuman memiliki lama waktu yang berbeda untuk tuntas dibunuh.
             Dalam pengobatan dengan antibiotik, obat harus diminum taat setiap waktu tertentu dan jangka waktu yang sesuai sehingga biasanya digunakan sampai habis atau dihabiskan. Ketaatan pasien dalam minum obat sangat menetukan keberhasilan terapi.

C.   Definisi Resistensi Antibiotik
Resistensi Antbiotik didefinisikan sebagai tidak terhambatnya pertumbuhan bakteri dengan pemberian antibiotik. Resistensi terjadi apabila bakteri mengalami perubahan genetic (mutasi) sehingga menyebabkan hilangnya efektivitas antibiotik.

D.   Penyebab Resistensi Antibiotik
Penyebab utama resistensi antibiotika adalah penggunaannya yang meluas dan irrasional (kurang  tepat). Resistensi diawali dengan adanya penggunaan antibiotik yang tidak sampai habis sehingga menyebabkan bakteri tidak mati secara keseluruhan namun masih ada yang bertahan  hidup. Bakteri yang masih bertahan hidup tersebut dapat menciptakan bakteri baru yang resisten. Bakteri yang resisten dapat menyebar dan penyebaran ini dipermudah oleh lemahnya kontrol infeksi dan penggunaan antibiotika yang luas. Terdapat beberapa faktor penyebab resistensi:
1.        Penggunaannya yang irrasional
            Terapi antibiotik yang kurang tepat merupakan salah satu pemicu resistensi antibiotik. Antibiotik yang sebenarnya tidak diperlukan tubuh namun diminum karena peresepan yang tidak tepat justru dapat menyebabkan kekebalan kuman terhadap bakteri. Hal ini tentunya merugikan karena diperlukan antibiotik baru yang dapat menggantikan antibiotik yang telah resisten, padahal perkembangan resistensi antibiotik lebih cepat dibanding dengan penelitian antibiotik dan antibiotik baru tersebut biasanya jauh lebih mahal.
2.      Pengetahuan pasien
       Pasien dengan pengetahuan yang salah akan cenderung menganggap wajib diberikan antibiotik dalam penanganan penyakit meskipun disebabkan oleh virus, misalnya flu, batuk-pilek, demam yang banyak dijumpai di masyarakat meskipun tanpa resep dokter.
3.      Penggunaan terapi tunggal
Penggunaan terapi tunggal lebih memungkinkan terjadinya kekebalam kuman terhadap antibiotik. Kombinasi terapi dari dokter dimaksudkan untuk membasmi kuman lebih baik.
4.      Penelitian
       Kurangnya penelitian yang dilakukan para ahli untuk menemukan antibiotika baru. Kejadian resistensi antibiotik berlangsung lebih cepat dibanding dengan penelitian antibiotik baru.
5.      Pengawasan
Lemahnya penngawasan dari pemerintah mengenai distribusi dan penggunaan antibiotik. Misalnya mudahnya masyarakat untuk mendapatkan antibiotik walau tanpa resep dokter. Selain itu, komitmen pihak terkait mengenai meningkatkan mutu obat dan pengendalian infeksi.
6.      Kemajuan transportasi dan globalisasi
         Kemudahan transportasi dan globalisasi sangat memudahkan penyebaran bakteri resisten antar daerah, negara, bahkan lintas benua. Semua hal tersebut pada akhirnya meningkatkan jumlah orang yang terinfeksi dalam komunitas.

E.   AKIBAT RESISTENSI  ANTIBIOTIK

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjphUXnpCqFdYMIy0RzHkCJ0dWqlSQoJvhQDJ6e-GKYGUR3d9n6KdWlvl7MfaFWoFYc6oEb9Tcii0_X0xmnLRYrB6Hxsiy3om_mQgtaGIm31cmvzR10oR1xn1JlBNApNyu51Ow0_Qy8iZfN/s1600/anti.jpg

Resistensi antibiotik terhadap kuman dapat menyebabkan akibat yang fatal. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang kebal terhadap pengobatan mengakibatkan bertambah lamanya seseorang menderita suatu penyakit, meningkatnya resiko kematian dan semakin lamanya masa rawat inap di rumah sakit. Ketika pengobatan menjadi lambat bahkan gagal, pasien dapat menjadi inang kuman (carrier). Hal inilah yang memungkinkan resistensi terjadi pada lebih banyak orang.
F.    AKIBAT YANG TIMBUL KARENA RESISTENSI ANTIBIOTIKA
– Infeksi bakteri resisten antibiotika lebih sulit disembuhkan.
– Sakit lebih lama.
– Butuh antibiotika lebih kuat (lebih toksik)
– Butuh biaya pengobatan lebih mahal
– Kematian pada penderita.
G.    ASAL MULA TERJADINYA RESISTENSI KUMAN TERHADAP OBAT
Asal mula yang menyebabkan Resistensi kuman terhadap obat dibagi menjadi sebab non genetik dan genetik.
1.    Sebab-sebab non genetik
Hampir semua obat antibiotika bekerja baik pada masa aktif pembelahan kuman, dengan demikian, populasi kuman yang tidak berada pada fase pembelahan aktif pada umumnya relatif resisten terhadap obat. Misalnya kuman TBC yang tinggal didalam jaringan dan tidak membelah aktif karena adanya mekanisme pertahanan badan, maka pada kondisi ini obat anti TBC tidak dapat membunuh kuman TBC tersebut.
2.    Sebab-sebab genetik
Terjadinya resistensi kuman terhadap antibiotika umumnya terjadi karena perubahan genetik. Perubahan genetik bisa terjadi secara kromosomal maupun ekstra kromosomal dan perubahan genetik tersebut dapat ditransfer dari satu spesies kuman kepada spesies kuman lain melalui berbagai mekanisme,yaitu :
1.    Resistensi kromosomal
Resistensi kuman terhadap antibiotika yang mempunyai sebab genetik kromosomal misalnya terjadi karena mutasi spontan pada lokus ADN yang mengontrol susceptibility terhadap obat tertentu, sebagai contoh adalah protein P12 pada ribosom kuman sub unit 30S adalah reseptor dari antibiotika streptomisin. Mutasi pada gen yang mengontrol struktur protein P12 tersebut akan menyebabkan kuman menjadi resisten terhadap streptomisin.
2.    Resistensi ekstra kromosomal
Bakteri mengandung pula materi genetik yang ekstrakromosomal yang disebut plasmid. Plasmid adalah molekul DNA yang bulat/sir­kuler :
– Mempunyai berat 1-3% dari kromo­som bakteri
– Berada bebas dalam sitoplasma bakteri
– Adakalanya dapat bersatu ke dalam kromosom bakteri
– Dapat melakukan replikasi sendiri secara otonom
-Dapat pula berpindah atau dipindahkan dari satu spesies ke spesies lain.
   Beberapa contoh dari plasmid adalah:
– Faktor R
Faktor R adalah satu golongan plasmid yang membawa gen-gen untuk resistensi terhadap satu atau lebih antibiotika dan logam berat. Gen dalarn plasmid yang menyebabkan resisten obat seringkali memproduksi enzim-enzim yang dapat merusak daya kerja obat. Contoh: Plasmid yang menentukan resistensi untuk penisilin dan sefalosporin memproduksi ensim beta laktamase.
– Toksin
Beberapa toksin dari kuman juga merupakan produk dari plasmid, misalnya Enterotoksige­nik Escherichia coli memproduksi toksin yang menyebabkan diare pada anak.
– Faktor F
Faktor F =fertility factor memegang peranan dalam proses konjugasi Bakteri, yaitu transfer unilateral dari materi genetik antara bakteri sejenis maupun dengan jenis lain dapat terjadi melalui proses konjugasi (kawin).
Hal ini dimungkinkan karena adanya faktor F yang menentukan adanya sex pili. Kuman yang mempunyai sex pili disebut kuman F+, dan melalui pilinya tersebut materi genetik dari sel donor (F+) termasuk plasmid DNA-nya dapat berpindah ke dalam sel resipien. Jadi gen-gen tertentu yang membawa sifat resistensi pada obat dapat berpindah dari populasi kuman yang resisten ke dalam kuman yang sensitif. Dengan cara inilah sebagian besar dari sifat resisten obat tersebar dalam populasi kuman dan me­nimbulkan apa yang disebut multi drug resistanc­e.
1.    Resistensi silang
Satu populasi kuman yang resisten terhadap satu obat tertentu dapat pula resisten terhadap obat yang lain yang mempunyai mekanisme kerja obat yang mirip satu sama lain. Hal ini misalnya terjadi pada obat-obatan yang komposisi kimianya ham­pir sama, misalnya antara polimiksin B dengan kolistin, eritromisin dengan oleandomisin, dan neomisin dengan kanamisin.
H.   KLASIFIKASI RESISTENSI
Resistensi antibiotika dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok,yaitu resistensi alami dan resistensi yang didapat.
1.    Resistensi alami.
`Resistensi alami merupakan sifat dari antibiotika tersebut yang memang kurang atau tidak aktif terhadap kuman, contohnya Pseudomonas aeruginosa yang tidak pernah sensitive terhadap chloramphenicol.
2.    Resistensi yang di dapat.
Resistensi yang didapat yaitu apabila kuman tersebut sebelumnya sensitive terhadap suatu suatu antibiotika kemudian berubah menjadi resisten, contohnya ialah Pseudomonas aeruginosa resisten terhadap ceftazidime.
I.      MEKANISME TERJADINYA RESISTENSI
Untuk mendapatkan efek terapi,antibiotika pertama kali harus mencapai target kedalam sel kuman. Kuman gram negatif mempunyai outer membrane yang sedikit menghambat antibiotika masuk kedalam sitoplasma. Selanjutnya apabila terjadi mutasi dari lubang pori outer membrane berakibat antibiotika menjadi lebih sulit masuk kedalam sitoplasma atau menurunnya permeabilitas membrane terhadap antibiotika,oleh karena lubang pori dari outer membrane tersebut tidak bersifat selektif maka satu mutasi dari pori tersebut dapat menghambat masuknya lebih dari satu jenis antibiotika.
Ada berbagai mekanisme yang menyebabkan suatu populasi kuman mejadi resisten terhadap antibiotika, mekanisme itu antara lain :
1.    Mikroorganisme memproduksi enzym yang merusak daya kerja obat, contohnya adalah stafilokokus yang resisten terhadap penisilin disebabkan karena stafilokokus memproduksi enzym beta laktam yang memecah cincin beta laktam dari penisilin sehingga penisilin tidak aktif lagi bekerja.
2.    Terjadinya perubahan permeabilitas kuman terhadap obat tertentu, contohnya adalah streptokokus yang mempunyai barier alami terhadap obat golongan aminoglikosida.
3.    Terjadinya perubahan pada tempat tertentu dalam sel sekelompok mikroorganisme yang menjadi target obat, misalnya obat golongan aminoglikosida yang memecah atau membunuh kuman karena obat ini merusak sistem ribosom sub unit 30S. Bila oleh suatu hal,tempat/lokus kerja obat pada ribosom sub unit 30S berubah, maka kuman tidak lagi sensitif terhadap golongan obat ini.
4.    Terjadinya perubahan pada metabolic pathway yang menjadi target obat,misalnya kuman yang resisten terhadap obat golongan sulfonamida, tidak memerlukan PABA dari luar sel, tapi dapat menggunakan asam folat, sehingga sulfonamida yang berkompetisi dengan PABA tidak berpengaruh pada metabolisme sel.
J.    PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIBIOTIKA
1. Antibiotika yang diketahui menimbulkan masalah resistensi harus
    dibatasi penggunaanya .
2. Pemberian resep yang tepat sehingga masyarakat tidak boleh
Menggunakan Antibiotik sembarangan tanpa rujukan dokter. Sebab,
jenis dan dosis antibiotik pun ada banyak ragamnya.
3.    Penggunaan dosis yang tepat dimana pemberian antibiotika pada anak
`1tentudosisnya lebih kecil dari orang dewasa.
4. Lama pemberian obat yang tepat dimana antibiotika diberikan lebih dari 3
hari sehingga kuman betul-betul telah mati.
5. Interval pemberian obat yang tepat yaitu ada jenis antibiotik yang
dikonsumsi satu kali dalam sehari, dua kali, atau tiga kali sehari. Bahkan,
ada juga yang harus mengonsumsinya dua tablet dua kali sehari.
K.   BEBERAPA JENIS ANTIBIOTIKA SERTA RESISTENNYA
Dibawah ini akan dibahas beberapa kelompok antibiotika serta resistensi yang terjadi :
1. PENISILIN
     Penisilin diperoleh dari jamur Penicillium chrysogenum; dari berbagai macam jenis yang dihasilkan, perbedaannya hanya ter­letak pada gugusan samping R saja, Benzilpenisilin (pen-G) ternyata paling aktif. Sedangkan Sefalosporin diper­oleh dari jamur Cephaloritun acremonium yang berasal dari Sicilia (1943).
Kedua kelompok antibiotika memiliki rumus bangun serupa, keduanya memiliki Cincin beta-laktam. Cincin ini merupakan syarat mutlak untuk khasiatnya. jika cincin ini dibuka misalnya oleh enzim beta-laktamase (penisilinase atau sefalos­porinase), maka zat menjadi inaktif.
Pada umumnya penisilinase hanya dapat mengin­aktifkan penisilin dan tidak sefalosporin, kebalikannya berlaku untuk sefalosporinase.
AktivitasPenisilin-G dan turunannya bersifat bakte­risid terhadap kuman Gram-posi­tif dan hanya beberapa kuman Gram-negatif. Penisilin termasuk antibiotika spektrum-sempit, begitu pula penisilin-V dan analognya. Ampisilin dan turunannya, sedang sefalosporin memiliki spektrum-kerja lebih luas, yang meliputi banyak kuman Gram-negatif, antara lain H. infiuenzae, E. coli, zdan P mirabilis. Beberapa sefalosporin bahkan aktif terhadap kuman Pseudomonas.
Sebagaimana telah di­utarakan, antibiotika bakterisid ini tidak dapat dikombinasikan dengan bakteriostatika seperti tetrasiklin, kloramfenikol, eritro­misin dan asam fusidat. Ini karena zat-zat yang disebutkan terakhir menghambat per­tumbuhan sel dan dindingnya.
Mekanisme kerja Penisilin melalui dinding-sel kuman terdiri dari suatu jaringan peptidoglikan, yaitu polimer dari senyawa amino dan gula, yang saling terikat satu dengan yang lain (crosslinked) dan dengan demikian memberikan ke­kuatan mekanis pada dinding. Penisilin dan sefalosporin menghindarkan sintesa Iengkap dari polimer ini yang spesifik bagi kuman dan disebut murein. Bila sel tumbuh dan plasmanya bertambah atau menyerap air dengan jalan osmosis, maka dinding-sel yang tak sempurna itu akan pecah dan bak­teri musnah.
Resistensi penisilin terjadi dimana kuman untuk melin­dungi diri terhadap efek mematikan dari antibiotika beta-laktam adalah pemben­tukan enzim beta-laktamase. Semula hanya Stafilococci dan E. coli berdaya membentuk penisilinase dalam plasmid, yang mengan­dung gen-gen (faktor keturunan) untuk sifat ini. Tetapi gen-gen tersebut telah ditularkan ke kuman lain dengan jalan penggabungan (konyugasi). Maka, kini kebanyakan kuman memiliki kemampuan ini dan resistensi telah disebarluaskan dengan pesat. Untuk mengatasi masalah resistensi kuman yang amat serius ini, peneliti telah mensintesa dua jenis senyawa, yaitu derivat yang tahan laktamase dan yang memblok laktamase.
Zat-zat tahan-laktamase antara lain meti­silin dan turunannya (klok_sasilin, flukloksasi­lin) serta sefalosporin tertentu yang terdiri dari sefotaksim, seftizoksim, dan seftriakson. Molekul dari zat-zat ini mengandung gugus yang ‘mengelilingi dan melindungi’ cincin beta-laktam. Karena perintangan ruang ini, maka enzim tidak dapat mendekati molekul untuk menguraikannya.
Kloksasilin dan turunannya hanya tahan terhadap penisilinase yang berasal dari Stafilococci, untuk laktamase kuman lain, zat-zat ini masih sensitif. Turunan sefa­losporin tersebut di atas tahan terhadap bermacam-macam laktamase yang dibentuk berbagai kuman.
Sejak akhir tahun 1980-an telah muncul kuman Stafilokok yang ternyata sangat resisten terhadap penisilin tersebut dan sangat meresahkan rumah sakit. Kuman itu dinamakan MRSA (Methicillin Resistent Staphylococcus Aureus). Dalam rentang waktu agak singkat, kuman ini telah menja­di resisten terhadap hampir semua antibio­tika. Pengecualian adalah antibiotika dari kelompok glikopeptida: vankomisin dan teikoplanin. Tetapi, akhir tahun 1998 telah ditemukan beberapa suku yang bersifat resisten terhadap vankomisin. Menurut perkiraan, kuman ini akan merajalela dalam rentang waktu yang tidak begitu lama (N Engl J Med 1999;340: 556-7, J Clin. Microbiol 1999; 37: 413-6).
Laktamase-blockers antara lain asam klavu­lanat dan sulbaktam (Unasyn). Senyawa ini merintangi efek laktamase dengan jalan mengikatnya dengan membentuk kom­pleks. Namun, zat ini tidak berdaya ter­hadap banyak sefalosporirtase jenis tertentu. Kombinasinya dengan amoksisilin atau ampisilin adalah sangat berharga dalam usaha melawan kuman resisten.
2. SEFALOSPORIN
Sefalosporin termasuk antibiotika beta-lak­tam dengan struktur, khasiat dan sifat yang banyak mirip penisilin. Diperoleh secara semisintetis dari sefalosporin C yang diha­silkan jamur Cephalosporium ncremonium. Inti senyawa ini adalah 7-ACA (7-arnino-cep{ut­losporanic acid) yang banyak mirip inti-peni­silin 6-APA (6-aminopenicillanic acid). Pada dasawarsa terakhir, puluhan turunan sefalosporin baru telah dipasarkan yang struktumya diubah secara kimiawi dengan maksud memperbaiki aktivitasnya.
Spektrum-kerjanya luas dan meliputi banyak kuman Gram positif dan negatif, termasuk E. coli, klabsiella, dan Proteus. Berkhasiat bakterisid dalam fase pertum­buhan kuman, berdasarkan penghambatan sintesa peptidoglikan yang diperlukan kuman untuk ketangguhan dindingnya. Kepe­kaannya untuk beta-laktamase lebih rendah daripada pensilin.
Penggolongan menurut khasiat antimikrobanya dan resis­tensinya terhadap beta-laktamase, sefalosporin lazimnya digolongkan sebagai ber­ikut :
·         Generasi ke-1: sefalotin dan sefazolin, sefradin, sefaleksin, dan sefadroksil. Zat-zat   ini terutama aktif terhadap cocci Gram­positif, tidak berdaya terhadap gono­cocci, H. influenzae, Bacteroides, dan Pseudomonas. Pada umumnya tidak tahan terhadap laktamase.
·         .Generasi ke-2: sefaklor, sefamandol, sefmetazol, dan sefuroksim lebih aktif ter­hadap kuman Gram-negatif, termasuk H. influenzae, Proteus, Klebsiella, gono­cocci, dan kuman-kuman yang resisten untuk amoksisilin. Obat-obat ini agak kuat tahan-laktamase. Khasiatnya ter­hadap kuman Gram-positif (Staf. dan Strep.) lebih kurang sama.
·         .Generasi ke-3: sefoperazon, sefotaksim, sef­tizoksim, seftriakson, sefotiam, sefiksim, dan sefprozil. Aktivitasnya terhadap kuman Gram-negatif lebih kuat dan lebih luas lagi dan meliputi Pseudomonas dan Bacteroides, khususnya seftazidim, sefsu­lodin dan sefepim. Resistensinya terhadap laktamase juga lebih kuat, tetapi khasiat­nya terhadap stafilokok jauh lebih ringan. Tidak aktif terhadap MRSA dan MRSE (Methicillin Resistant Staphylo­coccus Epidermis).
·         Generasi ke-4: sefepim dan sefpirom. Obat-obat baru ini (1993) sangat resisten terhadap laktamase dan sefepim, juga aktif sekali terhadap Pseudomonas.
        3. AMINOGLIKOSIDA
Aminoglikosida dihasilkan oleh jenis fungi Streptomyces dan Micromonospora. Semua senyawa dan turunan semi-sintetis­nya mengandung dua atau tiga gala-amino di dalam molekulnya, yang saling terikat secara glukosidis. Adanya gugusan ­amino, zat-zat ini bersifat basa lemah dan garam-sulfatnya yang digunakan dalam terapi mudah larut di air.
·         Penggolongan Aminoglikosida dapat dibagi atas dasar rumus kimianya, yaitu:Streptomisin mengandung Bata molekul gala-amino dalam molekulnya.
  • Kanamisin dengan turunannya ami­kasin dan dibekasin, gentamisin dan turunannya netilmisin dan tobramisin, yang semuanya memiliki dua molekul gala yang dihubungi oleh sikloheksan.
  • Neomisin, framisetin, dan paromomisin dengan tiga gala-amino.
Spektrum-kerjanya luas dan meliputi ter­utama banyak bacilli Gram-negatif, antara lain E. coli, H. influenzae, Klebsiella, Proteus, Enterobacter, Salmonella, dan Shigella. Obat ini juga aktif terhadap gonococci dan sejum­lah kuman Gram-positif (antara lain Staphyl. aureus/epidermis). Streptomisin, kanamisin, dan amikasin aktif terhadap kuman tahan­ asam Mycobacterium (tbc dan lepra). Ami­kasin dan tobramisin berkhasiat kuat ter­hadap Pseudomonas, sedangkan gentamisin lebih ringan. Tidak aktif terhadap kuman anaerob. Amikasin memiliki spektrum-kerja yang paling luas, sedangkan aktivitas kerja gentamisin dan tobramisin sangat mirip.
Aktivitasnya adalah bakterisid, berdasar­kan dayanya untuk mempenetrasi dinding bakteri dan mengikat diri pada ribosom di dalam sel. Proses translasi (RNA dan DNA) diganggu sehingga biosintesa proteinnya dikacaukan. (Ribosom adalah partikel-par­tikel kecil dalam protoplasma sel, yang kaya akan RNA, tempat terjadinya sintesa pro­tein). Efek ini tidak saja terjadi pada fase pertumbuhan, melainkan juga bila kuman tidak membelah diri.
Resistensi dapat terjadi agak pesat akibat terbentukya enzim yang merombak struktur antibiotikum. Informasi genetis bagi enzim-enzim itu dapat ditulari melalui plasmid, hingga resistensi dapat menjalar ke kuman lain. Streptomisin dan kanamisin paling sering mengalami resistensi, amikasin paling jarang. Kombinasi dengan antibiotika betalak­tam menghambat terjadinya resistensi. Di samping itu, kombinasinya juga saling memperkuat kerjanya (potensiasi).
     4. TETRASIKLIN
Senyawa tetrasiklin semula (1948) diperoleh dari Streptomyces aureofaciens (klorte­trasiklin) dan Streptomyces rimosus (oksite­trasiklin). Tetapi setelah 1960, zat-induk tetrasiklin mulai dibuat secara sintetis seluruhnya, yang kemudian disusul oleh derivat -oksi dan -klor serta senyawa long acting doksisiklin dan minosiklin Khasiatnya bersifat bakteriostatis, hanya melalui injeksi intravena dapat dicapai kadar plasma yang bakterisid lemah.
Mekanisme kerjanya berdasarkan diganggunya sintesa protein kuman. Spektrum kerjanya luas dan meliputi banyak cocci Gram positif dan Gram-negatif serta kebanyakan bacilli, kecuali Pseudomonas dan Proteos. Begitu pula aktif terhadap mikroba khusus seperti Chlamydia trachomatis (penyebab penyakit mata trachoma dan penyakit pada infeksi berat, doksisiklin diberikan secara ix. /infus
Resistensi terhadap Tetrasiklin adalah perlindungan terhadap ribosom. Perlindungan ini diberikan oleh protein sitoplasma, bila protein sitoplasma ini muncul di sitoplasma bakteri,maka Tetrasiklin tidak akan mengikat ke ribosom.
     5. MAKROLIDA DAN LINKOMISIN
Kelompok antibiotika ini terdiri dari eritro­misin (EM) dengan derivat-derivatnya klar­itromisin (KM), roxitromisin (RM), azitro­misin (AM), dan diritromisin (DM). Spiramisin dianggap termasuk kelompok ini karena rumus bangunnya yang serupa, yaitu cincin lakton besar (makro) yang mana terikat turunan gula (1,2). Linkomisin dan klindamisin secara kimiawi berbeda de­ngan eritromisin, tetapi mirip sekali menge­nai aktivitas, mekanisme kerja dan pola resistensinya, bahkan terdapat resistensi­ silang
Aktivitas Eritromisin bekerja bakterio­statis terhadap terutama bakteri Gram­ positif, dan spektrum kerjanya mirip penisilin-G. Mekanisme kerjanya mela­lui pengikatan reversibel pada ribosom kuman, sehingga sintesis proteinnya dirintangi. Bila digunakan terlalu lama atau sering dapat terjadi resistensi.
Resistensi pada antibiotika ini adalah dengan mengikat ribosom dengan adanya perubahan pada ribosom oleh enzim rRNA methilase, maka tidak akan terjadi ikatan antibiotika dengan ribosom kuman.
             6. POLIPEPTIDA
Kelompok ini terdiri dari polimiksin B dan polimiksin E (= kolistin), basitrasin dan gramisidin, dan bercirikan struktur polipep­tida siklis dengan gugusan amino bebas. Berlainan dengan antibiotika lainnya yang diperoleh dari jamur, obat-obat ini dihasil­kan oleh jenis bakteri. Polimikcin hanya aktif terhadap kuman Gram-negatif terma­suk Pseudornonas, sedangkan basitrasin dan gramisidin terutama terhadap kuman Gram­ positif.
7. KLORAMFENIKOL KEMICETINE.
Semula diperoleh dari sejenis Strepto­myces (1947), tetapi kemudian dibuat wears sintetis. Antibiotikum brardsyectrum ini ber­khasiat terhadap hampir semua kuman Gram-positif dan sejumlah kuman Gram ­negatif, jugs terhadap spirokhaeta, Chlamy­dur trachomatis dan Mycoplasma_ Tidak aktif terhadap kebanyakan suku Pseudomonas, Proteus, dan Enterobacter.
Penggunaannya berhubung resiko anemia aplastis fatal, kloram­fenikol tahun 1970-an jarang digunakan lagi. Dewasa ini hanya dianjurkan pada beberapa infeksi bila tidak ada kemungkinan lain, yaitu pada infeksi tifus dan meningitis, juga pada infeksi ane­rob yang sukar dicapai obat, khususnya abces otak oleh B. fragdis..
Resistensi dapat timbul dengan agak lam­bat , tetapi resistensi ekstra-kromosomal melalui plasmid juga terdapat, antara lain terhadap basil tifus perut.
L.    PENCEGAHAN RESISTENSI ANTIBIOTIK
Pencegahan utama dari kasus resistensi antibiotik adalah terapi yang rasional. (tepat) Penggunaan antibiotika secara rasional diartikan sebagai pemberian antibiotika yang tepat indikasi, tepat penderita, tepat obat, tepat dosis, dan waspada terhadap efek samping antibiotika.









BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Timbulnya resistensi dari populasi kuman terhadap berbagai jenis antibiotika menimbulkan banyak problem dalam pengobatan penyakit infeksi, khususnya di rumah sakit di mana digunakan antibiotika dosis tinggi dan dalam intensitas yang besar, ditambah lagi dengan munculnya jenis kuman yang henjadi sumber utama infeksi. Banyak faktor yng mempengaruhi munculnya kuman resisten terhadap antibiotika, faktor yang paling penting adalah faktor penggunaan antibiotika dan pengendalian infeksi. Oleh karena itu penggunaan antibiotika secara bijaksana merupakan hal yang sangat penting, disamping penerapan pengendalian infeksi secara baik untuk mencegah berkembangnya kuman-kuman resisten tersebut kemasyarakat.
B. SARAN
Dianjurkan kepada setiap dokter dimanapun untuk lebih berhati-hati menggunakan obat antibiotika dalam dosis yang cukup tinggi dan mencegah pemakaian obat-obat antibiotika yang poten, sehingga mengurangi atau memperlamb resistensi terhadap antibiotika.









DAFTAR PUSTAKA

Antibiotika Baru : Berpacu Dengan Resistensi Kuman, Azril Kimin, Januari 2008
Pratiwi, S. T., 2008, Mikrobiologi Farmasi, Penerbit Erlangga, Jakarta, pp. 180.
Utami, E. R., 2012,  Antibiotika, Resistensi, Dan Rasionalitas Terapi, Sainstis,   Volume 1,       Nomor  1, 125-135

Anonim, 2014, Antibiotik, http://id.wikipedia.org/wiki/Antibiotika, diakses pada tanggal 16 desember 2016















0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.