BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar
Belakang
Larutan
memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari. Dialam kebanyakan reaksi
berlangsung didalam larutan air. Tubuh manusia menyerap mineral, vitamin dan
makanan serta obat-obatan baik itu yang berasal dari herbal maupun zat kimia
yang telah diolah secara modern dalam bentuk larutan.
Penggunaan
obat dalam bentuk sediaan cair sangat dibutuhkan oleh masyarakat terutama bagi
bayi, anak-anak dan orang tua yang sulit mengkomsumsi obat dalam bentuk padat.
Larutan
adalah campuran homogeny antara zat telarut dan pelarut. Pelarut yang umum
digunakan adalah air. Salah satu contoh sediaan cair yang masuk dalam golongan
larutan yaitu sirup.
Sirup
adalah salah satu bentuk sediaan cair dalam dunia farmasi yang dikenal luas
masyarakat. Sirup didefinisikan sebagai sediaan cair yyang mengandung sukrosa.
Saat ini, banyak sediaan sirup yang beredar dipasaran dari berbagai merk, baik
yang generic maupun paten.
Dalam
bidang farmasi, sebagai alternatif obat yang telah menjadi perhatian khusus dipelayanan
kesehatan. Karena sediaan cair dalam bentuk larutan terutama sirup paling
banyak diminati karena mempermudah dalam penggunaannya, rasa yang manis dan
aroma yang harum serta warna yang menarik sehingga disukai oleh berbagai
kalangan.
Percobaan
dilakukan untuk mengetahui tingkat kelarutan dari sediaan larutan, serta cara
pembuatan sediaan larutan (sirup) terbagi berdasarkan perhitungan dosis maksimum
maupun pengenceran.
I.2 Maksud
dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Adapun maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui
dan memahami proses pembuatan sediaan larutan dengan benar.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk
menentukan proses pembuatan sediaan
larutan dengan benar dan menentukan dosis maksimum serta presentase dari suatu
obat apakah over dosis atau tidak
I.3 Prinsip Percobaan
Adapun
prinsip dari percobaan ini yaitu larutan dibuat dengan melarutkan bahan obat
dengan propilen glikol yang diaduk secara cepat, kemudian ditambahkan dengan
sakarin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1
Teori Umum
II.1.1 Definisi
Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari Dokter, Dokter gigi,
Dokter hewan kepada Apoteker Pengelola Apotek (APA) untuk menyediakan dan
menyerahkan obat kepada pasien sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
(Tati Suprapti, 2016).
Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter,
dokter gigi atau hewan kepada apoteker-pengelola apotek, utnuk membuat,
menyediakan dan menyerahkan obat-obat yang tertulis di dalamnya kepada pasien
yang bersangkutan. Resep berasal dari kata Recipe
yang berarti ambillah (Anis Yohana, 2011).
Cara dokter menulis serbuk dalam resep yaitu ditulis jumlah obat lalu dibagi menjadi
beberapa bungkus dan dapat ditulis jumlah obat setiap bungkus dan membuat
berapa bungkus (Moh. Anief, 2012).
Resep juga merupakan kesimpulan terakhir apa yang
diamati, diperiksa dan didiagnosa, kemudian menetapkan terapi dari seorang
penderita, yang tercantum dalam satu resep pada saat pengobatan. Menurut
peraturan, resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap (Anis Yohana, 2011).
II.1.2 Definisi
Obat
Obat dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang
dimaksudkan untuk dipakai dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit, mengobati
atau mencegah penyakit pada manusia, hewan
dan tumbuhan (Anis Yohana, 2011).
Obat merupakan zat yang dapat digunakan untuk merawat
penyakit, membebaskan gejala, atau memodifikasi proses kimia dalam tubuh. Obat
merupakan senyawa kimia selain makanan yang bisa mempengaruhi organisme hidup,
yang pemanfaatannya bisa untuk mendiagnosis, menyembuhkan dan mencegah suatu
penyakit (Anis Yohana, 2011).
Obat (jadi) adalah sediaan atau paduan-paduan yang
siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki secara fisiologis atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnose, pencegahan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi (Anis Yohana, 2011).
II.1.3 Definisi
Larutan
Larutan
didefinisikan sebagai sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia
yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air (Anis Yohana, 2011).
Larutan adalah campuran homogen dua atau lebih
komponen (Winfield, 2009).
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu jenis
obat atau lebih dalam pelarut air suling keculi dinyatakan lain, dimaksudkan
untuk digunakan sebagai obat dalam, obat luar ata untuk dimasukkan kedalam
rongga tubuh (Moh Anief, 2012).
Larutan didefinisikan sebagai sediaan “cair yang
mengandng satu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam
air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaanya, tidak dimasukkan
kedalam golongan produk lainnya” (Howard
C Ansel, 2008).
II.1.4 Pembagian
Larutan
Sesuai dengan
penggunaannya, larutan dibagi menjadi :
1.
Larutan steril
-
Larutan untuk penggunaan luar sebagai pengobatan luka
atau kulit terbuka
-
Larutan iritasi kandung kemih
-
Larutan intraperitoneum
Baik alat maupun larutanya disterilkan
dalam wadah steril.
2.
Larutan tak steril
-
Larutan obat dalam, baik larutan yang langsung diminum
atau yang harus diramu lebih dulu
-
Larutan obat untuk kulit utuh, dan
-
Larutan hemodialisa
Pada pembuatan
larutan supaya dihindari sedpaat mungkin adanya kontaminasi oleh bakteri atau
jasad renik yang lain.
3.
Larutan antiseptika, mudah sekali dicemari oleh jasad
renik yang atau air yang baru dididihkan. Larutan yang digunakan sebagai
antiseptikum untuk mata yang luka atau dimasukkan kedalam rongga tubuh harus
disterilkan dulu.
(Moh Anief, 2012).
Penggolongan
larutan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
1.
Larutan Makromolekular adalah suatu larutan yang
mengandung keseluruhanya mikro unit yang terdiri baik sebagai molekul atau ion.
2.
Larutan miseler, solut terdiri dari agregat (misel)
dari solut molekul atau ion.
3.
Larutan makromolekular adalah sistem dimana solutnya
merupakan disperse molekuler. Tipe-tipe larutan :
a.
Larutan encer
yaitu jumlah zat A yang terlarut kecil
b.
Larutan pekat yaitu jumlah larutan yang mengandung
fraksi yang besar dari zat A
c.
Larutan jenuh yaitu larutan yang mengandung jumlah
maksimum zat A yang dapat larut dalam air pada tekanan dan suhu tertentu
d.
Larutan kelewat jenuh yaitu larutan yang mengandung
jumlah zat A yang terlarut melebih batas kelarutannya didalam ar pada suhu
kamar tertentu
(Moh Anief,
2012).
Larutan menurut
prinsip farmasidigolongkan kedalam jenis produk lainnya misalnya :
1.
Sirup
2.
Elixir
3.
Spirit
4.
Air aromatik
5.
Tinktur
6.
Injeksi
(Howard C Ansel,
2008).
II.1.5 Definisi
Syrup
Sirup adalah
sediaan pekat dalam air dari gula atau pengganti gula dengan atau tanpa
penambahan bahan pewangi dan zat obat. Sirup obat merupakan larutan pekat gula
yang kemudian ditambah dengan bahan obat (Anis Yohana, 2011).
Sirup adalah bahan cair yang merupakan larutan gula
dalam air. Sirup dibedakan atas konsentrasi dan jenis rasanya. Konsentrasi
sirup menunjukkan jumlah konsentrasi gula yang terlarut didalamnya. Ada sirup
kental dan ada sirup encer (Sulaiman, 2012).
Sirup merupakan bentuk sediaan cair yang mempunyai
nilai lebih antara lain dapat digunakan hampir semua usia, cepat diabsorbsi,
sehingga cepat menimbulkan efek (Ria Wijayanti, 2015).
Sirup adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung
sakarosa (Elsye Gunawan, 2016).
Sirup yaitu larutan cair dengan penambahan gula
(Winfield, 2009).
Sirup pembawa untuk serbuk racikan bahan obat agar
dapat mempersingkat waktu peracikan obat di rumah sakit atau puskesmas. Sirup
pembawa yang dibuat harus sesua persyaratan mutu farmasetik untuk dapat
digunakan terhadap pasien anak-anak (Ni Luh Dewi, 2011).
II.1.6 Keuntungan dan Kerugian Larutan
A. Keuntungan Bentuk
Sediaan Larutan
1.
Lebih mudah ditelan disbanding bentuk padat sehingga
dapat digunakan untuk bayi, anak-anak dan usia lanjut
2.
Segera diabsorbsi karena sudah berada dalam bentuk
larutan (tidak mengalami proses disintegrasi dan pelarutan)
3.
Obat secara homogen terdistribusi keseluruh bagian
dari sediaan
4.
Mengurangi resiko kejadian iritasi pada lambung oleh
zat-zat iritan (contohnya Aspirin, KCl), karena larutan akan segera diencerkan
oleh isi lambung
B.
Kerugian Bentuk Sediaan Larutan
1.
Larutan bersifat voluminous, sehingga kurang
menyenangkan untuk diangkut dan disimpan. Apabila kemasan rusak, keseluruhan sediaan
tidak dapat dipergunakan
2.
Stabilitas dalam bentuk larutan biasanya kurang baik
dibandingkan bentuk sediaan tablet atau kapsul, terutama jika bahan mdah
terhidrolisis
3.
Larutan merupakan media ideal ntuk pertumbuhan
mikroorganisme, oleh karena itu memerlukan penambahan pengawet
4.
Ketepatan dosis tergantung kepada kemampuan pasien
untuk menakar
5.
Rasa obat yang kurang menyenangkan akan lebih terasa
jika diberikan dalam larutan dibandingkan dalam bentuk padat. Walaupun
demikian, larutan dapat diberi pemanis dan perasa agar penggunaannnya lebih
nyaman
(Anis Yohana,
2011).
II.1.7 Karakteristik
Kelarutan Obat
Faktor dan konsep kelarutan obat :
1.
Polaritas
2.
Co-solvency
3.
Parameter kelarutan
4.
Salting out
5.
Salting in
6.
Hidrotopi
7.
Pembentukan kompleks
8.
Efek bersama ion
9.
Ukuran partikel
10.
Ukuran dan bentuk molekul serta struktur air
(Moh Anief,
2012).
II.1.8 Istilah-istilah
Kelarutan
Istilah
Deskriptif
|
Bagian
pelarut yang diperlukan untuk melarutkan 1 bagian zat
|
Sangat mudah larut
|
Kurang dari 1
|
Mudah larut
|
1 sampai 10
|
Larut
|
10 sampai 30
|
Agak sukar larut
|
30 sampai 100
|
Sukar larut
|
100 sampai 1000
|
Sangat sukar larut
|
1.000 sampai 11.000
|
Praktis tidak larut atau tidak larut
|
Lebih dari 11.000
|
(Anis Yohana,
2011).
II.1.9 Cara
Pembuatan Larutan
Sebagian besar larutan tidak jenuh dengan zat
terlarut. Jadi jumlah zat terlarut yang dilarutkan biasanya jauh dibawah
kapasitas dari volume pelarut yang digunakan. Untuk mempercepat proses
melarutnya zat aktif obat, dapat menggunakan beberapa teknik, antara lain
menggunakan panas, mengurangi ukuran partikel dar zat terlarut, menggunakan
suatu bahan pembantu terlarut, atau dilakukan pengadukan yang keras selama
proses pelarutan. Sebagian besar bahan-bahan kimia menjadi lebih mudah larut
pada suhu yang dinaikkan (Anis Yohana, 2011).
Berapa hal yang perlu diperhatikan dalam sediaan
farmasi bentuk cair :
1.
Kelarutan zat aktif
2.
Kestabilan zat aktif dalam larutan
3.
Dosis takaran
4.
Penyimpanan
(Anis
Yohana, 2011).
II.1.10 Penggolongan
Obat
a. Antibiotik
Antibiotik makrolida yang umum digunakan
adalah yang terdiri atas cincin lakton 14,15, atau 16 atom yang dihubungkn
dengan gula, melalui ikatan glikosidik. Eritomisin merupakan campuran
antibiotika makrolida yang dihasilkan oleh Streptomyces
arythreus selama fermentasi (Sudjadi, 2012).
II.1
Uraian Bahan
1.
Aquadest
(Dirjen POM, 2014, hal. 63)
Nama Resmi
|
:
|
PURIFIED WATER
|
Nama Lain
|
:
|
Air Murni
|
Pemerian
|
:
|
Cairan jernih, tidak berasa, tidak berbau dan tidak
berwarna
|
Khasiat & Penggunaan
|
:
|
Sebagai Pelarut
|
2.
Ppg (Dirjen POM, 2014, hal. 1070)
Nama Resmi
|
:
|
PROPYLENE GLYCOL
|
Nama Lain
|
:
|
Propilen Glikol
|
Pemerian
|
:
|
Cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas,
praktis tidak berbau menyerap air pada udara lembab
|
Kelarutan
|
:
|
Dapat bercampur dengan air dengan aseton dan dengan
kloroform larut dalam eter dan dalam beberapa minyak esensial, tidak dapat
bercampur dengan minyak lemak.
|
Khasiat & Penggunaan
|
:
|
Zat Pewangi
|
3.
Sakarinum
(Dirjen POM, 2014, hal. 1119)
Nama Resmi
|
:
|
SACCHARIN
|
Nama Lain
|
:
|
Sakarin
|
Pemerian
|
:
|
Serbuk atau hablur, putih, tidak berbau atau berbau
aromatic lemah
|
Kelarutan
|
:
|
Sukar larut dalam etanol, agak sukar larut dalam air, dalam kloroform
dan dalam eter, larut dalam air mendidih, mudah larut dala larutan ammonia
encer, dalam larutan alkali hidroksida dan dalam alkali karbonat dengan
pembentukan karbondioksida
|
Khasiat & Penggunaan
|
:
|
Zat Tambahn
|
4.
Sulfametoksazol
(Dirjen POM, 2014, hal. 1234)
Nama Resmi
|
:
|
SULFAMETHOXAZOLE
|
Nama Lain
|
:
|
Sulfametoksazol
|
Pemerian
|
:
|
Serbuk hablur, putih sampai hampir putih, praktis
tidak berbau
|
Kelarutan
|
:
|
Praktis tidak larut dalam air, dalam eter dan dalam
chloroform, mudah larut dalam aseton dalam larutan natrium hidroksida encer,
agak sukar larut dalam etanol
|
Khasiat & Penggunaan
|
:
|
Antibiotik
|
Dosis Lazim
|
:
|
50-60 mg /hari
|
Dosis Maksimum
|
:
|
75 mg/ hari
|
5.
Trimetoprin
(Dirjen POM, 2014, hal. 1290)
Nama Resmi
|
:
|
TRIMETOPRIN
|
Nama Lain
|
:
|
Trimetoprin
|
Pemerian
|
:
|
Hablur atau serbuk hablur, putih sampai tidak berbau
|
Kelarutan
|
:
|
Larut dalam benzyl alcohol, agak sukar larut dalam
chloroform dan dalam methanol sangat sukar larut dalam air dan dalam etanol,
dalam aseton, praktis tidak larut dalam eter dan dalam karbon tetraklorida
|
Khasiat & Penggunaan
|
:
|
Antibiotik
|
Dosis Lazim
|
:
|
50 mg/ hari
|
Dosis Maksimum
|
:
|
320 mg/ hari
|
BAB III
METODELOGI PERCOBAAN
III.1 Alat
dan Bahan Percobaan
III.1.1 Alat Percobaan
Adapun alat yang
digunakan dalam percobaan praktikum ini adalah corong, gelas ukur, lumpang dan
alu, sendok tanduk, sudip dan timbangan analitik.
III.1.2 Bahan Percobaan
Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan
praktikum ini adalah aquadest (PURIFIED WATER), botol coklat, Kertas
saring, Ppg
(PROPYLENE
GLIKOL),
Sakarin (SACHARIN), Sak obat, Sulfametoksasol
(SULFOMETHOXASOLE),
Trimetoprin (TRIMETOPRIN).
III.2 Cara
Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dikalibrasi botol 60 ml
3. Ditimbang Sulfametoksazol sebanyak 240 mg diatas
kertas perkamen
4. Ditimbang Trimetoprin sebanyak 480 mg diatas kertas
perkamen
5. Diukur Ppg sebanyak 10 ml digelas ukur
6. Dimasukkan Sulfametoksazol dan trimetoprin kedalam
lumpang, kemudian dimasukkan Ppg kedalam karena Sulfametoksazol dan trimetoprin
tidak dapat larut kedalam etanol
7. Ditimbang Sakarin sebanyak 0,1 g diatas kertas
perkamen
8. Dimasukkan Sakarin kedalam erlenmeyer lalu dilarutkan
dengan air panas karena sakarin tidak
larut dalam air dingin tetapi hanya larut dalam air panas kocok
9. Dimasukkan kedalam lumpang, gerus hingga homogen
10. Disaring kedalam botol yang tidak dikalibrasi
11. Dimasukkan dengan aquadest 60 ml, dikocok
12. Diberikan etiket putih, kocok dahulu
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
Percobaan
1.
Resep

2.
Etiket
APOTEK NANI HASANUDDIN
Jl. Perintis Kemerdekaan VIII No. 24 Makassar
Ratnawati, S.Si., Apt
SIK : 442/315/APT/DKK/11/2007
|
No.
5 Mks, 12 Desember 2017
An. Sabir
2 x Sehari 1 Sendok Teh
Sesudah Makan/ Sebelum Makan
Dikocok Terlebih Dahulu
Semoga Lekas Sembuh
|
3.
Tabel Pengamatan
No
|
Gambar
|
Keterangan
|
1.
|
![]() ![]() |
1) Sakarin
2) Propilen glikol
|
2.
|
![]() |
Digerus
Parasetamol didalam lumpang
|
3.
|
![]() |
Dimasukkan
Propilen glikol ke dalam lumpang
|
4.
|
![]() |
Setelah
dimasukkan sakarin, digerus hingga homogen
|
5.
|
![]() |
Dimasukkan ke dalam botol yang
telah dikalibrasi 60 ml
|
6.
|
![]() |
Dicukupkan volumenya dengan Aqua
dest hingga 60 ml
|
7.
|
![]() |
Dikocok dan di beri etiket putih
|
IV.2 Pembahasan
Obat dapat didefinisikan
sebagai suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai dalam diagnosis, mengurangi
rasa sakit, mengobati atau mencegah penyakit pada manusia, hewan dan tumbuhan (Anis Yohana, 2011).
Larutan didefinisikan
sebagai sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat
larut, biasanya dilarutkan dalam air (Anis Yohana, 2011).
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan yaitu
serbuk dilarutkan dengan propilen glikol karena sulfametoksazol dan trimetoprim
tidak larut dalam air dan etanol, sedangkan propilen glikol dapat bercampur
dengan air dan etanol sehingga memudahkan kelarutan sulfametoksazol dan
trimetoprim. Hal ini sesuai dengan literature yang menyatakan bahwa propilen
glikol merupakan cairan kental, dapat bercampur dengan air dan etanol (Anis,
Yohana, 2009).
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, larutan
yang dihasilkan berwarna kuning disebabkan karena zat warna pada
Sulfametoksazol dan Trimetoprim yang digunakan didalam praktikum. Hal ini tidak
sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa Sulfametoksazol dan Trimetoprim
berwarna putih (Dirjen POM, 2014).
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, larutan
dikemas dengan menuang larutan kedalam botol melalui ujung mortir atau
menggunakan bantuan corong, hingga larutan tidak tersisa lagi di mortir,
kemudian tutup botol dibersihkan dan diberi etiket dengan rapi. Hal ini sesuai
dengan literatur yang menyatakan bahwa larutan tidak boleh tersisa lagi di
mortir, bagian luar botol harus bersih dan etiket ditempel rapi (Tati Suprapti,
2016).
Berdasarkan serbuk yang telah dibuat dapat
diindikasikan untuk mengobati infeksi saluran kemih karena dilihat dari resep
diberikan Sulfametoksazol dan Trimetoprim merupakan kombinasi antibiotik yang
dapat menghambat enzim dihidrofolat reductase sehingga menghambat proses
reduksi dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Hal ini sesuai dengan literature
yang menyatakan bahwa Sulfametoksazol dan Trimetoprim kombinasi antibiotik yang
dinamakan co-trimoksazol digunakan untuk infeksi saluran kencing (Agung Endro, 2012).
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, resep
tersebut tidak rasional karena tidak mencantumkan tempat tanggal penulisan
resep serta tidak ada paraf/tanda tangan dokter penulis resep. Sedangkan pada
literatur buku syamsuni menyatakan
bahwa resep dapat dikatakan rasional bila mencantumkan tempat dan tanggal
penulisan resep serta paraf/tanda tangan dokter penulis resep dan memenuhi
kelengkapan resep lainnya.
Dosis dari obat tersebut yaitu 2 kali sehari dengan
waktu paruh 12 jam dan diminum sesudah makan agar tidak menimbulkan iritasi
lambung, dan absorpsinya akan lebih baik bila ada makanan.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil percobaan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dosis
maksimumnya over dosis karena
persentasinya melebihi dari 100 % dan batas dosis maksimum, yang diindikasikan untuk alergi
disertai demam dengan aturan pakai 2 x 1 sehari sesudah makan. Resep larutan tidak
rasional karena tidak memenuhi salah satu persyaratan 5 T + 1 W.
V.2 Saran
Adapun saran saya untuk
praktikum selanjutnya yaitu supaya proses pengerjaan larutan supaya dilakukan
dengan teliti supaya tidak mempengaruhi kualitas sediaan.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 2012. Farmasetika. Gadjah Mada University Press
: Yogyakarta.
Ansel, Howard C.
2008.
Dewi, Ni Luh. 2011. Formulasi
Sirup Pembawa yang Didapar pada Ph 5,5 untuk Sediaan Racikan Serbuk.
Universitas Surabaya : Surabaya.
Dirjen POM,
2014. Farmakope Indonesia Edisi V.
Departemen Kesehatan RI : Jakarta.
Endro, Agung.
2012. Farmakologi. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Gunawan, Elsye. 2016. Formulasi
Sirup Antimalaria Ekstrak Kulit Batang Kayu Susu. Universitas Cendrawasi :
Jayapura.
Sulaiman. 2012. Perubahan Sifat pada Benda. PT Balai
Pustaka : Jakarta.
Sudjadi, 2012. Analisis
Farmasi. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.
Suprapti, Tati. 2016. Praktikum Farmasetika Dasar.
Kementeriaan Kesehatan RI. Jakarta.
Wijayanti, Ria. 2015. Formulasi dan Evaluasi Sirup Ekstrak Daun
Sidaguri. UNSRAT : Manado.
Winfield. 2009. Pharmaceutical Practice Fourth Edition. El Sevier. Churchill
Livingstone.
Yohana, Anis. 2009. Farmasetika Dasar. Widya Padjadjaran : Bandung.
LAMPIRAN PERHITUNGAN
1.
Perghitungan Bahan
a.
Sulfametoksazol : 240 mg
b.
Trimetoprim :
480 mg
c.
Sakarin : 0,1 g
d.
Ppg : 10 ml
e.
Aquadest : Ad 60 ml
2.
Perhitungan Dosis Maksimum
a.
Perhitungan Dosis
Maksimum Sulfametoksazol
Rumus
Young → 1 - 8 tahun =
x
Dosis Dewasa (Anief, 2010).

Dik : DM Sulfametoksazol = 75 mg/hari
Dit : % DM Sulfametoksazol ?
Peny : u/ umur 5 tahun =
x
75 mg = 22,05 mg

Sekali : 1 x 240
mg =
240 mg
Sehari : 2 x 240
mg =
480 mg > 22,05 mg
% :
x
100 % = 2.176 % < 100 %

b.
Perhitungan Dosis
Maksimum Trimetoprim
Rumus
Young → 1 - 8 tahun =
x
Dosis Dewasa (Anief, 2010).

Dik : DM Trimetoprim = 200 mg/hari
Dit : % DM Trimetoprim ?
Peny : u/ umur 5 tahun =
x
200 mg = 58,8 mg

Sekali : 1 x 480
mg = 480 mg
Sehari : 2 x 480 mg = 960 > 58,8 mg
% :
x 100 % =
1.632 % < 100 %

Kesimpulan : Over dosis karena persentasinya melebihi dari 100 %
dan
melebihi
batas dosis maksimum.
LAMPIRAN KEMASAN OBAT
1.
Kotrimoksazol

2.
Sakarin

3.
Propilen
glikol
