DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang……………………………………………………………………..
I.2. Rumusan Masalah…………………………………………………………………
I.3. Tujuan Penulisan ……….…………………………………………………………
BAB II PEMBAHASAN
II.1 Definisi Preformulasi
II.2 Tujuan Preformulasi
II.3 Pertimbangan Umum Preformulasi
II.4 Jenis-Jenis
Bahan Obat dan Bahan Tambahan Obat
II.5 Sifat Fisika Kimia Bahan Obat dan
Bahan Tambahan Obat
II.6 Cara Pencampuran Bahan Obat dan Bahan
Tambahan Obat dari Berbagai Bentuk Sediaan
II.7 Hal-Hal yang Mempengaruhi Khasiat Obat
II.8 Keuntungan dan Kerugian Pemakaian Obat
dari Berbagai Sediaan
BAB IV
PENUTUP
IV.1Kesimpulan…..…..…………………………………………………………………
IV.2
Saran……………..………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Preformulasi terdiri dari
kata pre yang artinya sebelum dan formulasi yang artinya
perumusan atau penyusunan. dibidang farmasi preformulasi dapat diartikan
sebagai langkah awal yang dilakukan ketika akan membuat formula suatu obat.
Rancangan dari suatu
bentuk sediaan obat yang tepat memerlukan pertimbangan karakteristik fisika,
kimia dan biologis dari semua bahan-bahan obat dan bahan-bahan farmasetik yang
akan digunakan dalam membuat produk obat. Obat dan bahan-bahan farmasetik yang
digunakan harus tercampurkan satu sama lainnya untuk menghasilkan suatu produk
obat yang stabil, manjur, menarik, mudah dibuat dan aman. Produk harus dibuat
di bawah pengontrolan agar memiliki kualitas yang baik dan dikemas dalam wadah
yang membantu stabilitas obat.
Dalam hubungan dengan
masalah memformulasi suatu zat obat menjadi suatu bentuk sediaan yang tepat,
maka sebagai tahap awal dari tiap formulasi yang baru adalah berupa pengkajian
untuk mengumpulkan keterangan-keterangan dasar tentang karakteristik fisikokimia
zat obat yang dibuat menjadi bentuk sediaan farmasi tersebut. Pengkajian dasar
ini dirangkum dalam suatu penelitian yang disebut dengan preformulasi yang
dibutuhkan sebelum formulasi produk yang sebenarnya dimulai.
Preformulasi dimulai
bila suatu obat yang baru menunjukkan jaminan farmakologis yang cukup dalam
model-model hewan untuk menjamin penilaian pada manusia.
Praformulasi sangat
penting dilakukan dalam setiap pengembangan sediaan farmasi karena meliputi
penelitian farmasetik dan analitik bahan obat untuk menunjang proses
pengembangan formulasi.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan Preformulasi?
2. Apa
Tujuan Preformulasi?
3. Bagaimana
Pertimbangan Umum Preformulasi?
4. Bagaimana
Jenis-Jenis Bahan Obat dan Bahan Tambahan Obat?
5. Bagaimana
Sifat Fisika Kimia Bahan Obat dan Bahan Tambahan Obat?
6. Bagaimana
Cara Pencampuran Bahan Obat dan Bahan Tambahan Obat dari Berbagai Bentuk
Sediaan?
7. Apa
yang Mempengaruhi Khasiat Obat?
8. Bagaimana
Keuntungan dan Kerugian Pemakaian Obat dari Berbagai Sediaan?
1. Untuk
mengetahui tentang Preformulasi
2. Untuk
mengetahui Tujuan Preformulasi
3. Untuk
mengetahui Pertimbangan Umum Preformulasi
4. Untuk
mengetahui Jenis-Jenis Bahan Obat dan Bahan Tambahan Obat
5. Untuk
mengetahui Sifat Fisika Kimia Bahan Obat dan Bahan Tambahan Obat
6. Untuk
mengetahui Cara Pencampuran Bahan Obat dan Bahan Tambahan Obat dari Berbagai
Bentuk Sediaan
7. Untuk
mengetahui Hal-hal yang Mempengaruhi Khasiat Obbat
8. Untuk
mengetahui Keuntungan dan Kerugian Pemakaian Obat dari Berbagai Sediaan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Preformulasi
Preformulasi terdiri
dari kata pre yang artinya sebelum dan formulasi yang artinya
perumusan atau penyusunan. dibidang farmasi preformulasi dapat diartikan
sebagai langkah awal yang dilakukan ketika akan membuat formula suatu obat. Preformulasi meliputi
pengkajian tentang karakteristik/sifat-sifat dari bahan obat dan bahan tambahan
obat yang akan diformulasi.
Praformulasi
sangat penting dilakukan dalam setiap pengembangan sediaan farmsi karena
meliputi penelitian farmasetik dan analitik bahan obat untuk menunjang proses
pengembangan formulasi.
Teknologi sediaan adalah cara
memformulasi atau merancang suatu obat menjadi bentuk sediaan dengan
menggunakan teknologi.
Sediaan Obat adalah adalah
bentuk sediaan yang mengandung zat aktif yang siap digunakan (dikonsumsi).
Perkembangan teknologi menyebabkan obat tidak lagi dikonsumsi dalam bentuk zat
murninya. Ada banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan membuat zat aktif
dalam bentuk sediaan, diantaranya adalah penerimaan oleh pasien lebih baik,
sehingga orang tidak akan segan lagi meminum obat.
Studi Praformulasi adalah langkah awal
dalam memformulasi, yang mengkaji, dan mengumpulkan keterangan-keterangan dasar
tentang sifat kimia fisika dari zat aktif bila dikombinasikan dengan zat atau
bahan tambahan menjadi suatu bentuk sediaan farmasi yang stabil, efektif dan
aman. Studi ini mengaharuskan seorang formulator harus mengetahui apakah zat
aktif tersebut cocok atau tidak incomp (ketidak bercampuran) dengan zat
aktif
B. Tujuan Preformulasi
Tujuan utama dari desain bentuk sediaan adalah untuk
mencapai sebuah respon terapi yang diramalkan dari suatu formulasi yang mana
bisa dibuat dalam skala besar dengan menghasilkan produk yang berkualitas,
untuk memastikan kualitas produk, banyak ciri khas yang diperlukan. Stabilitas
kimia dan fisika, dengan pengawetan yang sesuai untuk melawan kontaminasi
mikroba jika diperlukan, keseragaman dosis obat, penerimaan termasuk pembuat
resep dan pasien, kemasan yang cocok dan pelabelan idealnya, bentuk sediaan
harus juga mandiri dari pasien untuk pasien. Membuat
formula yang tepat sehingga menghasilkan produk akhir berupa sediaan farmasi
yang stabil, berkhasiat, aman dan nyaman ketika digunakan.
Data dari
praformulasi tidak selamanya harus dicoba atau diteliti, akan tetapi dapat
diperoleh dari literature. Studi praformulasi pada dasarnya berguna untuk
menyiapkan dasar yang rasional untuk pendekatan formulasi, Untuk memaksimalkan
kesempatan keberhasilan memformulasi produk yang dapat diterima oleh pasien dan
akhirnya menyiapkan dasar untuk mengoptimalkan produksi obat dari segi kualitas
dan performa.
Sifat
suatu sediaan dapat mempengaruhi secara bermakna kecepatan onset efek terapi
dari suatu obat, lamanya efek tersebut, dan bentuk pola absorbsi yang dicapai.
Oleh karena itu pengembangan praformulasi dan formulasi untuk suatu produk
steril harus diintregasikan secara hati – hati dengan pemberian yang dimaksud
pada seorang pasien.
Beberapa alasan mengapa obat dibuat sediaan yaitu :
1.
Untuk keamanan
penggunaan zat aktif yang merangsang lambung.
2.
Untuk
menghilangkan atau mengurangi bau, rasa yang tidak enak.
3.
Memudahkan
penggunaan.
4.
Aksebilitas
(dapat diterima) oleh pasien
5.
Zat aktif
dilepas berlahan-lahan (Drug delivery system).
C.
Pertimbangan
Umum Preformulasi
Sebelum membuat formula
sediaan obat, beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu :
1.
Bentuk sediaan
yang akan dibuat.
a.
Ada beberapa
pilihan bentuk sediaan farmasi yaitu bentuk padat (puyer, tablet, kapsul,
suppositoria ), bentuk setengah padat ( salep, pasta, krim ) dan bentuk cair (
larutan, suspensi, emulsi ).
b.
Pemilihan bentuk
sediaan obat tergantung pada :
ü Sifat-sifat fisika-kimia zat aktif yang digunakan,
yakni kelarutan, ukuran partikel, sifat higroskopis, reaksi-reaksi kimia dll.
ü Kerja obat yang diinginkan, secara lokal ataukah
sistemik. Untuk kerja lokal dipilih sediaan salep, krim, lotion, serbuk tabur.
Untuk kerja sistemik ( diedarkan ke seluruh tubuh oleh darah ) dipilih sediaan
tablet, kapsul, pulveres/puyer dan sirup.
ü Umur si pemakai. Untuk bayi dan anak-anak lebih
disukai bentuk pulveres dan sirup. Untuk dewasa umumnya dibuat dalam bentuk
tablet, kapsul.
2.
Bahan tambahan
obat yang akan digunakan. Bahan tambahan yang digunakan dalam formulasi harus
kompatibel (dapat tercampurkan ) dengan bahan obat utama ( zat aktif ) dan
bahan tambahan yang lain.
Bahan
tambahan diperlukan untuk :
a.
Mendapatkan
bentuk sediaan yang diinginkan ( bentuk tablet,·
larutan, dll ).
ü Sebagai contoh : pada sediaan tablet selain zat
aktif, digunakan bahan tambahan berupa bahan pengisi untuk memperbesar volume
tablet, bahan pengikat untuk merekatkan serbuk bahan obat, bahan penghancur
untuk mempercepat pecahnya tablet di dalam lambung, dan bahan penyalut yang
digunakan untuk memperbaiki kestabilan, mengontrol penghancuran dan
mempercantik penampilan tablet.
ü Pada sediaan larutan digunakan bahan tambahan berupa
pelarut untuk melarutkan bahan obat, dapat juga ditambahkan bahan penstabil
untuk mencegah peruraian bahan obat, bahan pengawet untuk mencegah pertumbuhan
mikroba, bahan pemberi warna dan rasa untuk memperbaiki rasa dan penampilan
produk. Demikian juga untuk sediaan salep, pasta, krim dan lain-lain.
b.
Menjaga
kestabilan sediaan obat (misal : pengawet, pensuspensi,pengemulsi )
c.
Menjaga
kestabilan zat aktif ( misal : antioksidan )
3.
Kenyamanan saat
penggunaan.
a.
Kenyamanan saat
digunakan penting untuk diperhatikan karena akan mempengaruhi kepatuhan si
pemakai obat. Jika obat berasa tidak enak maka orang akan enggan
mengkonsumsinya.
b.
Rasa yang tidak
enak dari obat dapat ditutupi dengan penambahan corrigens saporis, bau yang
tidak enak ditutupi dengan corrigens odoris, dan warna yang kurang menarik
ditutupi dengan corrigens coloris.
c.
Rasa pahit dari
obat-obat tertentu misal Ampisilin dan Amoksisilin dapat diatasi dengan
penggunaan bentuk garamnya yaitu Ampisilin trihidrat dan Amoksisilin trihidrat
yang tidak pahit.
d.
Sediaan setengah
padat harus memenuhi persyaratan yaitu : halus, mudah dioleskan, tidak terlalu
lengket dan tidak meninggalkan bekas noda pada pakaian.
4.
Kestabilan
sediaan obat.
a.
Selama
penyimpanan, sediaan obat harus tetap dalam keadaan yang stabil, tidak menampakkan tanda-tanda
kerusakan. Tanda-tanda kerusakan yang umum ditemui pada sediaan obat misalnya:
terjadi perubahan warna, bau, rasa, timbulnya kristal pada permukaan
tablet/kaplet, memisahnya air dan minyak pada sediaan krim / emulsi.
b.
Untuk menjaga
kestabilan sediaan obat perlu dilakukan :
ü Penambahan bahan tambahan tertentu ( misalnya :
pengawet ).
ü pengemasan yang tepat.
ü pemberian petunjuk tentang cara penyimpanan yang
benar.
5.
Khasiat obat.
Untuk
menjaga khasiat obat, perlu diperhatikan :
a.
Pemilihan bentuk
sediaan. Sebagai contoh, jika zat aktif tidak stabil dalam media air, maka tidak diformulasi dalam bentuk
cair.
b.
Bahan-bahan
tambahan yang digunakan tidak boleh mengurangi khasiat
zat aktifnya.
c.
Pemberian
petunjuk cara penggunaan yang benar.
D.
Jenis-Jenis
Bahan Obat dan Bahan Tambahan Obat
FORMULA BEBERAPA BENTUK SEDIAAN OBAT
1. FORMULA
TABLET
Bahan obat aktif : 1% - 50% dan Bahan
tambahan obat : 50% - 90%, terdiri dari :Pengisi, pengikat, penghancur,
pelicin, pelumas, pemberi warna, perasa, penyalut
2. FORMULA
SALEP
Bahan obat aktif : 1% - 10% dan Bahan
tambahan obat : 90% - 99%, terdiri dari : Dasar salep, pengawet, pewarna.
3. FORMULA
KRIM
Bahan obat aktif : 1% - 10% Bahan
tambahan obat : 90% - 99% terdiri dari :Dasar krim, pewangi, pengawet, pewarna.
4. FORMULA
SUSPENSI Bahan obat aktif : 1% - 10% Bahan tambahan obat : 90% - 99% terdiri
dari :Pembawa/pelarut, pensuspensi, perasa, pengawet.
5. FORMULA
INJEKSI Bahan obat aktif : 1% - 20% Bahan tambahan obat : 80% - 99% terdiri
dari : Pembawa, pengisotoni, pengawet
E.
Sifat Fisika Kimia
Bahan Obat dan Bahan Tambahan Obat
Sifat
fisika kimia ini juga akan berkaitan erat dalam pengangkutan obat untuk
mencapai reseptor. Sebelum mencapai reseptor, molekul-molekul obat harus
melalui bermacam-macam membran, berinteraksi dengan senyawa-senyawa dalam
cairan luar dan dalam sel serta biopolimer. Disini sifat kimia dan fisika
berperan dalam proses penyerapan dan distribusi obat sehingga kadar obat pada
waktu tertentu mencapai reseptor dalam jumlah yang cukup besar.
Sifat-sifat Fisika-Kimia dari bahan obat dan bahan
tambahan obat yang harus diketahui sebelum formulasi obat adalah :
a. Rasa,
bau dan warna zat. Rasa, bau dan warna zat harus diketahui agar bisa menentukan
bahan tambahan obat seperti : corrigens saporis, corrigens odoris, dan
corrigens coloris yang dibutuhkan.
b. Kelarutan.
ü Kelarutan
bahan obat penting untuk diketahui terutama kelarutan dalam air.
ü Bahan
obat yang mudah larut dalam air akan lebih mudah diabsorpsi sehingga akan lebih
cepat memberikan efek terapi. Sehingga untuk zat aktif yang mudah larut dan
stabil dalam air, lebih baik bila dibuat dalam bentuk cair.
ü Bahan
obat yang relatif tidak larut dalam air, absorpsinya kurang sempurna. Oleh
karena itu dilakukan upaya untuk mempertinggi kelarutan obat dengan cara :
-
mikronisasi ( memperkecil ukuran partikel
zat supaya mudah larut ).
-
membentuk senyawa kompleks yang larut dalam
air ( misal pada pembentukan senyawa kompleks NaI3, KI3 ).
-
menggunakan bentuk garamnya ( misal :
Phenobarbital sukar larut dalam air, diganti bentuk garamnya yaitu
Phenobarbital Na yang mudah larut air ).
-
menggunakan pelarut campuran ( misal : air dan
etanol seperti pada sediaan Elixir ).
ü Bila
bahan obat sukar larut air tetapi diinginkan bentuk cair, maka dibuat
bentuk suspensi dengan penambahan bahan pensuspensi
c. Ukuran
partikel. Ukuran partikel berpengaruh pada :
ü Laju
disolusi bahan obat ( kecepatan melarutnya obat ).
-
Makin kecil ukuran partikel bahan obat
makin mudah larut sehingga makin mudah diabsorpsi. Keseragaman isi.
-
Makin homogen ukuran partikel maka makin
terjamin keseragaman dosisnya. Laju
pengendapan.
-
Makin besar ukuran partikel akan makin mudah
mengendap. Pada sediaan suspensi bisa menyebabkan terjadinya caking. Penambahan
bahan pensuspensi akan menghambat laju pengendapan sehingga akan mencegah
terbentuknya caking / endapan yang keras.
d. Kestabilan
bahan obat Reaksi-reaksi kimia yang mempengaruhi kestabilan bahan obat :
1) Hidrolisa
ü Reaksi
hidrolisa adalah reaksi peruraian suatu zat oleh air. Contoh bahan obat yang
mudah mengalami hidrolisa adalah Aspirin dan obat-obat golongan Antibiotika (
misal : Ampisilin, Amoksisilin, Tetrasiklin, dll ). Terhidrolisanya Aspirin
ditandai dengan timbulnya bau Asam Asetat / cuka.
ü Bahan
obat yang mudah terhidrolisa harus dibuat dalam bentuk padat ( tablet, kapsul,
serbuk ), karena dalam suasana lembab atau berair bahan obat tersebut akan
terurai sehingga tidak efektif lagi sebagai obat bahkan mungkin bisa membentuk
senyawa yang bersifat racun ( toksik ).
ü Untuk
bahan obat yang mudah terhidrolisa tersebut bila tetap hendak dibuat bentuk
cair sebaiknya dipilihkan pelarut non air, misal : Etanol, Propilenglikol,
Gliserin atau dibuat sediaan sirup kering / dry syrup. ( Keterangan : Sirup
kering yaitu sirup berisi serbuk obat, yang ketika akan digunakan harus
ditambahkan pelarut air suling atau air matang dalam jumlah tertentu. Sirup
kering ini setelah dilarutkan tidak boleh digunakan lagi setelah 7 hari, karena
bahan obat sudah mengalami hidrolisa ).
2)
Oksidasi
ü Pada
beberapa bahan obat akan terjadi reaksi oksidasi bila terpapar cahaya terlalu
lama, terkena panas atau bila bereaksi dengan gas oksigen. Contoh : Iodium,
Kalium Permanganat (PK).
ü Terjadinya
reaksi oksidasi ditandai dengan berubahnya warna, bau bahan obat, atau
terbentuknya endapan.
ü Untuk
menghindari terjadinya reaksi oksidasi perlu ditambahkan bahan antioksidan.
ü Antioksidan
untuk sediaan farmasi yang pembawanya berupa air adalah Natrium bisulfit dan
Asam Askorbat ( Vitamin C ). Sedang pada sediaan farmasi berupa minyak digunakan
antioksidan Alfatokoferol ( Vitamin E ).
Sifat fisika-kimia tersebut dapat
dilihat pada beberapa sumber yang memuat monografi / uraian tentang persyaratan
kemurnian zat, sifat fisika-kimia zat, cara identifikasi serta
ketentuan-ketentuan lain yang berhubungan dengan obat,diantaranya adalah buku :
- Farmakope Indonesia. - Martindale - Ekstra Farmakope
Sifat-sifat
kimia fisika merupakan dasar untuk menjelaskan aktifitas biologis obat karena
sifat kimia fisika memegang peranan penting dalam menentukan metode yang tepat
untuk formulasi suatu obat, sehingga didapatkan suatu sediaan yang efektif,
stabil, dan aman.
Hanya obat yang mempunyai struktur dengan kekhasan
yang tinggi saja yang dapat berinteraksi dengan reseptor biologis, sifat kimia
fisika harus menunjang orientasi khas molekul pada permukaan reseptor.
1.
Sifat Fisika
a) Uraian
Fisik
Uraian
fisik dari suatu obat sebelum pengembangan bentuk sediaan penting untuk
dipahami, kebanyakan zat obat yang digunakan sekarang adalah bahan padat.
Kebanyakan obat tersebut merupakan senyawa kimia murni yang berbentuk amorf
atau kristal. Obat cairan digunakan dalam jumlah yang lebih kecil, gas bahkan
lebih jarang lagi.
b) Pengujian
Mikroskopik
Pengujian
mikroskopik dari zat murni (bahan obat) merupakan suatu tahap penting dalam
kerja (penelitian) praformulasi. Ia memberikan indikasi (petunjuk ukuran
partikel dari zat murni seperti juga struktur kristal. Fotomikrograf dari
lot-lot batch awal dan berikutnya dari zat murni dapat memberikan informasi
penting jika masalah timbul dalam pemrosesan formulasi, diakibatkan oleh
perubahan-perubahan dalam karakteristik partikel atau Kristal dari obat
tersebut.
c) Ukuran
Partikel
Sifat-sifat
fisika dan kimia tertentu dari zat obat dipengaruhi oleh distribusi ukuran
partikel, termasuk laju disolusi obat, bioavailabilitas, keseragaman isi, rasa,
tekstur, warna dan kestabilan. Tambahan pula, sifat-sifat seperti karateristik
aliran dan laju sedimentasi juga merupakan factor-faktor penting yang
berhubungan dengan ukuran partikel. Ukuran partikel dari zat murni dapat
mempengaruhi formulasi dan kemanjuran produk. Khususnya efek ukuran partikel
terhadap absorpsi obat. Keseragaman isi dalam bentuk sediaan padat sangat
tergantung kepada ukuran partikel dan distribusi bahan aktif pada seluruh
formulasi yang sama.
d) Koefisien
Partisi dan Konstanta Disosiasi
Untuk
memproduksi suatu respon biologis molekul obat pertama-tama harus menyeberangi
sutau membrane biologis yang bertindak sebagai pembatas lemak. Kebanyakan obat
yang larut lemak akan menyeberang dengan proses difusi pasif sedangakn yang
tidak larut lemak akan menyeberangi pembatas lemak dengan transport aktif.
Karena hal ini maka perlu mengetahui koefisien partisi dari suatu obat. Khusus
untuk obat yang bersifat larut air maka perlu pula diketahui konstanta
disosiasi agar diketahui bentuknya molekul atau ion. Bentuk molekul lebih muda
terabsorpsi daripada bentuk ion.
e) Polimerfisme
Suatu
formulasi yang penting adalah bentuk kristal atau bentuk amorf dari zat obat
tersebut. Bentuk-bentuk polimorfismebiasanya menunjukkan sifat fisika kimia
yang berbeda termasuk titik leleh dan kelarutan. Bentuk polimorfisme
ditunjukkan oleh paling sedikit sepertiga dari senua senyawa-senyawa organic.
f) Kelarutan
Suatu
sifat kimia fisika yang penting dari suatu zat obat adalah kelarutan, terutama
kelarutan sistem dalam air. Suatu obat harus memiliki kelarutan dalam air agar
manjur dalam terapi. Agar suatu obat masuk kedalam sistem sirkulasi dan
menghasilkan suatu efek terapeutik, obat pertama-tema harus berada dalam bentuk
larutan. Senyawa-senyawa yang relative tidak larut seringkali menunjukkan
absorpsi yang tidak sempurna atau tidak menentu.
g) Disolusi
Perbedaan
aktivitas biologis dari suatu zat obat mungkin diakibatkan oleh laju disolusi.
Laju disolusi adalah waktu yang diperlukan bagi obat untuk melarut dalam cairan
pada tempat absorpsi. Untuk obat yang diberikan secara oral dalam bentuk
padatan, laju disolusi adalah tahap yang menentukan laju absorpsi. Akibatnya
laju disolusi dapat mempengaruhi onset, intensitas dan lama respon serta
bioavailabilitas.
h) Kestabilan
Salah
satu aktivitas yang paling penting dalam praformulasi adalah evaluasi
kestabilan fisika dari zat obat murni. Pengkajian awal dimulai dengan
menggunakan sampel obat dengan kemurnian yang diketahui. Adanya pengotoran akan
menyebabkan kesimpulan yang salah dalam evaluasi tersebut.
2. Sifat
Kimia
Penentuan stabilitas
obat penting dilakukan sedini mungkin. Studi stabilitas preformulasi meliputi
bentuk larutan dan keadaan padat pada beberapa kondisi penanganan: formulasi,
penyimpanan, dan pemberian in vivo.
Sifat kelarutan pada umumnya berhubungan dengan kelarutan senyawa dalam media
yang berbeda dan bervariasi diantara dua hal yang ekstrem, yaitu pelarut polar,
seperrti air, dan pelarut nonpolar seperti lemak. Sifat hidrofilik atau
lipofobik berhubungan dengan kelarutan dalam air, sedangkan sifat lipofilik
atau hidrofobik berhubungan dengan kelarutan dalam lemak. Gugus-gugus yang
dapat meningkatkan kelarutan molekul dalam air disebut gugus
hidrofilik (lipofobik atau polar), sedangkan gugus yang dapat meningkatkan
kelarutan molekul dalam lemak disebut gugus lipofilik (hidrofobik atau
nonpolar)
Pengkajian praformulasi
yang dihubungkan dengan fase praformulasi termasuk kestabilan obat itu sendiri
dalam keadaan padat, kestabilan fase larutan dan kestabilan dengan adanya bahan
penambah.
Penyelidikan awal
dimulai dengan pengetahuan tentang struktur kimia obat yang mengizikan
mengantisipasi reaksi degradasi yang mungkin terjadi.
Ketidak stabilan kimia
dari zat obat dapat mengambil banyak bentuk, karena obat-obat yang digunakan
sekarang adalah dari konstituen kimia yang beraneka ragam. Secara kimia, zat
obat adalah alcohol, fenol, aldehid, keton, ester-ester, asam-asam,
garam-garam, alkaloid, glikosida, dan lain-lain. Masing-masing dengan gugus
kimia relative yang mempunyai kecenderungan berbeda terhadap ketidak stabilan
kimia. Secara kimia proses kerusakan yang paling sering meliputi hidrolisis dan
oksidasi.
a. Konstanta
disosiasi. Konstanta disosiasi digunakan untuk mengetahui Ph dalam proses
pembuatan sediaan steril. Saat suatu asam HA larut dalam air,
sebagian asam tersebut terurai (terdisosiasi) membentuk ion hidronium dan basa konjugasinya. Hubungan dengan
pembuatan sediaan injeksi yaitu sediaan harus sesuai
dengan pH yang hampir sama dengan pH darah supaya jika obat di
suntikkan dalam tubuh dan tercampur dalam darah maka tidak terjadi nyeri. Dan
efek terapinya tercapai.
b. Kelarutan.
Semua sifat fisika atau kimia bahan aktif langsung atau tidak langsung akan
dipengaruhi oleh kelarutan. Dalam larutan ideal, kelarutan
bergantung pada suhu lebur. Hubungan dengan pembuatan
sediaan injeksi yaitu sediaan harus larut dalam pembawanya sehingga
ketika sediaan tersebut di suntikkan efek terapinya bisa tercapai dengan cepat.
c. Disolusi.
Disolusi merupakan tahap pembatas laju absorbsi suatu obat menuju sirkulasi
sistemik.Uji ini digunakan untuk mengetahui waktu zat aktif mulai dilepaskan
untuk memperoleh kadar yang tinngi dalam darah.
d. Stabilitas. Stabilitas
fisika dan kimia dari bahan aktif murni sangat perlu untuk
dievaluasi karena jika terdapat keberadaan pengotor dapat menyebabkan
kesimpulan yang salah. Hubungan dengan pembuatan injeksi karena
pada sediaan injeksi keadaan harus steril dan bebas dari keberadaan
pengotor.
F.
Cara
Pencampuran Bahan Obat dan Bahan Tambahan Obat dari Berbagai Bentuk Sediaan
Apabila dalam sediaan
obat terdapat lebih dari dua bahan, maka pencampuran harus dilakukan sebaik
mungkin supaya didapatkan campuran yang homogen. Ada beberapa metode
pencampuran, yaitu :
1.
Spatula. Bahan
digerus di atas kertas dengan memakai spatula. Metode ini hasilnya kurang
maksimal, terlebih bila serbuk yang dicampur jumlahnya banyak.
2.
Triturasi.
Bahan digerus di dalam
lumpang porselen atau lumpang kayu, bisa juga lumpang dari kaca. Lebih disukai
lumpang porselen yang permukaan dalamnya kasar. Hasil yang diperoleh cukup
bagus. Saat ini metode inilah yang paling umum digunakan di apotek dan di
laboratorium. ( Triturasi adalah proses penggerusan obat di dalam lumpang untuk
menghaluskan / memperkecil ukuran partikel ).
3.
Ayakan.
Bahan dicampur dengan
cara melewatkannya melalui ayakan. Hasil campuran yang diperoleh biasanya agak
halus. Cara ini kurang diyakini homogenitasnya.
4.
Tumbling.
Bahan
diguling-gulingkan supaya tercampur merata. Metode ini digunakan untuk
mencampur serbuk dalam jumlah besar, dengan menggunakan mesin penggiling serbuk
yang dirancang khusus.
Selain itu, cara
mencampur bahan obat maupun bahan tambahan obat harus sesuai dengan sifat-sifat
fisika-kimia masing-masing bahan. Beberapa bahan obat akan menampakkan reaksi
yang tidak diinginkan bila dicampur, misalnya terjadi penggumpalan, perubahan
warna atau reaksi lain yang akan menyebabkan menurun atau hilangnya khasiat
dari bahan obat tersebut.
Berikut ini pedoman
cara mencampur bahan-bahan obat :
1. Bentuk sediaan padat.
-
Bila terjadi
reaksi penggumpalan antara bahan-bahan obat, maka sebelum dicampur
masing-masing bahan obat dilapisi dulu dengan bahan tambahan. Contoh : Asam Salisilat dan Seng Oksida bila
dicampur langsung maka lama kelamaan akan mengeras, sehingga sebelum keduanya
dicampur, masing-masing dilapisi dulu dengan bahan tambahan.
-
Bila ada bahan
obat bentuk kristal dalam sediaan maka larutkan dulu dengan pelarut yang
sesuai. Contoh : Asam Salisilat, maka harus dilarutkan dulu dengan Etanol 95%,
kemudian segera dicampur dengan bahan tambahan sampai kering.
-
Bila ada bahan
obat yang bersifat higroskopis ( mudah lembab ), maka digerus dalam mortir/lumpang
panas untuk menguapkan air yang terkandung pada bahan obat tersebut.
-
Bila ada bahan
obat yang merupakan campuran eutektik yaitu campuran yang titik leburnya
menjadi lebih rendah dibanding bila bahan tersebut berdiri sendiri, misalnya
Camphora dan Mentholum, maka biarkan campuran tersebut meleleh terlebih dulu,
kemudian dikeringkan dengan bahan tambahan.
-
Bila ada bahan
obat berupa minyak atsiri, maka ditambahkan terakhir supaya tidak ikut digerus
terlalu lama karena minyak atsiri sangat mudah menguap.
2. Bentuk sediaan
setengah padat. Cara mencampur bahan-bahan obat maupun bahan tambahan obat
berpedoman pada 4 ketentuan umum cara pembuatan salep.
3. Bentuk sediaan
cairan.
- Bentuk sediaan
larutan : bahan obat dilarutkan dengan pelarut secukupnya, kemudian ditambah
dengan sisa pelarut sampai volume atau berat yang diminta.
- Bentuk sediaan
suspensi : bahan obat yang tidak larut dicampur dengan bahan pensuspensi,
kemudian ditambah pelarut dengan volume yang sudah ditentukan sampai terbentuk
suspensi, setelah itu dicampur dengan sisa pelarut sampai volume atau berat
yang diminta.
- Bentuk sediaan emulsi
: dibuat dulu korpus emulsi, kemudian campur dengan bahan obat dan diambahkan
sisa pelarut sampai volume atau
G.
Hal-Hal
yang Mempengaruhi Khasiat Obat
Khasiat obat atau efek
terapi obat adalah respon yang dialami oleh tubuh setelah penggunaan obat.
Hal-hal yang mempengaruhi khasiat obat :
1.
Dosis obat yang
digunakan.
Dosis obat ( zat aktif
) yang digunakan harus mampu menimbulkan efek terapi bagi si pemakai. Dosis
tersebut disebut dosis terapi. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan,
diketahui bahwa tiap-tiap obat mempunyai dosis terapi masing-masing. Di dunia
industri obat-obatan, dosis terapi ini dibuat dalam dosis tertentu yang dikenal
dengan istilah dosis lazim. Dosis lazim ini umumnya ditujukan untuk orang
dewasa. Untuk bayi, anak-anak, dan orang tua harus dilakukan penyesuaian dosis.
Contoh dosis lazim : Parasetamol 500 mg/tablet, Kloramfenikol 250mg/tablet,
Ampisilin 500mg/tablet.
2.
Absorpsi obat.
Agar suatu obat dapat
menghasilkan efek terapi / khasiat, obat tersebut harus larut, kemudian
diasbsorpsi/menembus membran biologis dan dibawa oleh darah ke seluruh jaringan
dan organ-organ tubuh. Untuk obat pemakaian oral, absorbsi dipengaruhi oleh
kelarutan obat di dalam lambung. Umumnya makin cepat larut dalam lambung makin
cepat pula absorpsinya sehingga makin cepat pula efek terapi yang ditimbulkan.
Untuk obat pemakaian
luar seperti salep, obat tetes mata, obat tetes hidung, suppositoria,
absorpsinya dipengaruhi oleh kelarutan obat dalam selaput lendir yang terdapat
pada mata, hidung, telinga, rectum dan vagina.
3.
Cara pemberian
obat.
Cara
pemberian obat akan berpengaruh pada kecepatan absorpsi zat aktif. Cara
pemberian obat dikelompokkan dalam :
a. Secara oral, yaitu penggunaan obat melalui mulut.
Obat paling sering digunakan dengan cara oral karena alami, tidak sulit dan
aman dalam penggunaan. Tetapi efek terapi obat lebih lambat dibandingkan
pemakaian secara parenteral.
b. Secara Topikal, yaitu penggunaan obat melalui
permukaan kulit dan menghasilkan efek lokal dan sebagian dapat diabsorbsi
kedalam jaringan dibawah kulit.
c. Secara rektal, yaitu penggunaan obat melalui anus /
rektum. Beberapa obat sering diberikan secara rektal untuk memperoleh efek
lokal. Tetapi bisa juga untuk efek sistemik, seperti obat-obat analgesik. Obat
diabsorpsi melalui rectum, tidak melalui metabolisme di hati. Efek terapi yang
dihasilkan lebih cepat dibandingkan secara oral.
d. Secara parenteral, yaitu penggunaan obat melalui
penyuntikan dengan alat jarum suntik ( intravena, intramuscular, subcutan
).Efek terapi yang dihasilkan paling cepat dibandingkan dengan bentuk sediaan
lain, terutama yang secara intravena karena langsung masuk dalam darah.
4. Bentuk sediaan.
Untuk mengetahui pengaruh
bentuk sediaan obat terhadap khasiat obat telah dilakukan penelitian uji klinis
berupa pengukuran kadar obat dalam darah setelah pemberian obat . Penelitian
tersebut digunakan untuk membandingkan absorpsi obat dari berbagai bentuk
sediaan, khususnya sediaan obat untuk pemakaian oral. Pengukuran kadar obat
dilakukan beberapa kali, dimulai dari saat obat diminum sampai 12 jam
sesudahnya. Hasil pengukuran dirupakan dalam bentuk grafik. Dari ketiga bentuk
sediaan tersebut sediaan cair paling cepat menghasilkan efek terapi / khasiat.
Sediaan berikutnya adalah pulveres, kemudian sediaan tablet. Hal ini disebabkan
: Kadar obat dalam darah 0 ¼ ½ 12 ,Waktu setelah pemberian obat ( jam ), sediaan
cair sudah berada dalam bentuk larutan sehingga lebih mudah diabsorpsi
dibandingkan sediaan pulveres dan sediaan tablet, pulveres memerlukan waktu
beberapa saat untuk larut dalam cairan lambung sebelum akhirnya diabsorpsi,Sediaan
tablet memerlukan waktu untuk hancur terlebih dulu, sebelum akhirnya larut dan
diabsorpsi.
H.
Keuntungan
dan Kerugian Pemakaian Obat dari Berbagai Sediaan
1.
Kelebihan dan
kekurangan bentuk sediaan padat.
Kelebihan
:
a.
Besar kecilnya
dosis dapat ditentukan oleh dokter sesuai dengan keadaan penderita.
b.
Sangat sesuai
untuk bahan obat yang tidak stabil dalam bentuk cair, misalnya golongan
Antibiotik ( contoh : Ampisilin, Amoksisilin, Chloramphenicol ,dll ). Obat
golongan Antibiotik selalu diproduksi dalam bentuk padat, yaitu tablet, kaplet,
kapsul dan serbuk / sirup kering.
c.
Lebih stabil
dibandingkan bentuk sediaan cair.
Kekurangan :
a.
Selama
penyimpanannya kadang-kadang serbuk menjadi lembab/lengket.
b.
Tidak
tertutupinya rasa tidak enak dari beberapa bahan obat, misal pahit, sepat (
meskipun bisa dikurangi dengan penambahan pemanis ).
2.
Kelebihan dan
kekurangan sediaan setengah padat.
Kelebihan
:
a.
Pilihan utama
untuk pengobatan topical ( pada kulit ).
b.
Kontak antara
bahan obat dengan kulit lebih lama dibandingkan sediaan serbuk ataupun sediaan
cair.
c.
Dapat menyerap
cairan yang terjadi pada luka/kelainan dermatologik.
d.
Dapat berfungsi
sebagai penutup/pelindung luka.
Kekurangan :
a.
Hanya bisa
digunakan untuk pengobatan luar.
b.
Basis berlemak
umumnya menimbulkan rasa tidak nyaman.
3.
Kelebihan dan
kekurangan sediaan bentuk cair.
Kelebihan
:
a.
Penyerapan/absorbsi
obat lebih cepat dibanding sediaan padat.
b.
Keseragaman
dosis lebih terjamin dibanding sediaan padat karena dalam bentuk larutan bahan
obat terdispersi secara molekuler.
c.
Bila akan
diencerkan atau dicampur dengan bahan obat lain keseragaman obat tetap terjaga.
d.
Lebih disukai
oleh penderita yang tidak bisa menelan tablet atau kapsul.
e.
Dapat diberi
perasa atau pewarna yang menarik sehingga bisa menimbulkan kepatuhan minum obat
pada penderita, terutama anak-anak.
Kekurangan :
a.
Tidak sesuai
untuk bahan obat yang tidak stabil/mudah rusak dalam air.
b.
Tidak praktis
untuk dibawa kemana-mana.
c.
Lebih mudah
ditumbuhi jamur atau mikroba lain dibandingkan bentuk padat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Studi preformulasi adalah tahap pertama dalam
pembentukan tablet atau aktivitas formulasi dengan pertimbangan yang hati-hati
dari data preformulasi. Preformulasi penting bagi formulator untuk mendapatkan
profil fisika-kimia yang lengkap dari bahan-bahan aktif yang tersedia sebelum
memulai suatu aktifitas perkembangan formula seluruh informasi ini diketahui
sebagai preformulasi.
Praformulasi sangat
penting dilakukan dalam setiap pengembangan sediaan farmasi karena meliputi
penelitian farmasetik dan analitik bahan obat untuk menunjang proses
pengembangan formulasi.
B.
Saran
Sebaiknya sebelum
menentukan formulasi obat yang akan dibuat carilah informasi sebanyak-banyaknya
tentang bahan-bahan yang dugunakan agar nantinya didapatkan hasil obat yang
baik sesuai dengan persyaratan obat yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C., 1981 “ Introduction to pharmaceutical dosage forms
“, Lea & Febiger, Philadelphia.
Dirjeen POM,1979, Farmakope Indonesia III, Departemen
Kesehatan RI. Jakarta
Dirjeen POM, 1995, Farmakope Indonesia IV, Departemen
Kesehatan RI. Jakarta
http://files.Google.com. Preformulasi
obat
Martin, a.n.,1970, Physical pharmacy, second edition, Lea
& Febiger, Philadelphia
http://files.Wikipedia.co.id.
Preformulasi obat sediaan tablet.
Maryani
Sri, S.Si.Apt. Siswati, Apt. Susanti Yanthy, S.Si.Apt. Theresia Liana,
S.Si.Apt. Linggiana Elizabeth, S.Si.Apt. Dra. Helwani Elly, Apt. Dra.
Suryani Ninis,Apt. 2012. Ilmu Resep
Kelas Xi . Pilar Utama Mandiri : Jakarata
Moh. Anief, 1984 “ Ilmu Farmasi”, Ghalia Indonesia, Jakarta
Moh. Anief, 1990 “ Farmasetika”, Gajah Mada University
Press, Yogyakarta